Minggu, 03 Januari 2016

Maratib Jihad

0

by: Mafaza
A.   Pengertian Jihad Secara Etimologi dan Terminologi
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan utama kita tentang tahapan-tahapan jihad dan seputar syubhat-syubhat yang ada, tidak ada salalahnya sedikit kita memahami makna jihad itu sendiri baik secara etimologi dan terminologi.
Para ulama sudah banyak mendefinisikan tentang makna jihad sesuai dengan pendapat mereka mengenai hal tersebut. Dari sekian banyak definisi yang telah dijabarkan oleh para ulama, bisa diambil satu kesimpulan bahwa jihad secara etimologi diambil dari kata  جَـاهَدَ- يُجـاهِدُ- مجـاهَدةً و جِهـادًاyang artinya bersungguh-sungguh, mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan baik dengan perkataan maupun perbuatan di dalam peperangan.Secara terminologi berarti berperang melawan orang-orang kafir untuk meninggikan kalimat Tauhid dan memepersiapkan diri untuk beramalfisabilillah.
Sedangkan makna lainnya, seperti jihadun nafsi, amar ma’ruf nahi munkar dan lainnya merupakan makna-makna jihad yang sesuai dengan makna dasar ini.
Demikian bisa dipahami bahwa kata-kata  jihad tidak selalu diartikan sebagai jihad secara mutlak, seperti berperang secara real melawan orang-orang kafir dengan mengangkat senjata. Namun kata jihad dalam pembahasan tertentu bisa diartikan dengan makna lain, seperti jihadnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallamsebelum hijroh berupajihadut tabligh dan jihadul hujjah, yang berarti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjihad dengan cara berdakwah menyampaikan hujjah.
Penulisan jihad secara mutlak biasanya didampingi dengan kata fisabilillah untuk membedakan antara jihad yang berarti berperang melawan orang-orang kafir dengan mengangkat senjata dengan jihad yang berarti sungguh-sungguh.Terkadang lebih dikhususkan lagi dengan kata Qital yang artinya pertempuran.

A.   Tahapan-tahapan Jihad
Setelah jelas bagi kita dalam memahami kata jihad baik secara etimologi maupun terminologi serta perbedaan makna antara jihad secara mutlak dengan jihad secara umum, maka kami akan sedikit menjabarkan pembahasan kita mengenai “Tahapan-tahapan jihad dan syubhat-syubhat yang ada.”
Di dalam buku yang dikarangnya “Zaadul Ma’ad”, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mengklasifikasikan tahapan-tahapan jihad secara umum menjadi empat tahapan yang masing-masing tahapan memiliki tahapan selanjutnya. Secara umum tahapan tersebut yaitu, Jihadun nafsi, Jihadusy syaithan, Jihadul kuffar  wal munafikin, dan Jihadu arbabidz dzulmi. Kesemuanya InsyaAllah akan dijelaskan satu-persatu oleh Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah hingga menjadi tiga belas tahapan.
          I.         Jihad Melawan Hawa Nafsu (Jihadun nafsi)
Beliau mengklasifikasikannya menjadi empat tahapan
1)            Berjihad dengan cara berthalabul ilmi mencari hidayah dan kebenaran dari dien Allah Subhanahu wata’ala, tanpa ilmu dan hidayah seseorang tidak akan dapat mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan di kehidupan dunia maupun kehidupan setelahnya. Hingga apabila ilmu itu sampai ditinggalkan, maka ia akan celaka dunia dan akhirat.
2)            Berjihad dengan cara mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya, karena ilmu yang tanpa adanya pengaplikasian tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya melainkan akan mencelakakannya.
3)            Berjihad dengan cara mendakwahkan ilmu dan hidayah kepada orang-orang yang belum mengetahuinya, karena jika ilmu dan hidayah tidak didakwahkan, maka mereka termasuk golongan orang-orang yang menyembunyikan hidayah Allah Subhanahu wa ta’ala. Orang-orang yang semacam ini ilmunya tidak akan bemanfaat dan tidak akan meyelamatkan pelakunya dari adzab-Nya.
4)            Berjihad dengan menahan diri agar bersabar terhadap cobaan-cobaan dakwah, seperti orang yang hendak menghalang-halangi dakwah. Dan hendaklah kita menahan semua itu semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala.
Apabila keempat tahapan ini telah sempurna pada diri seorang, maka ia termasuk golongan Robbaniyyin, yaitu orang-orang yang berilmu, beramal dengannya, serta mendakwahkannya kepada orang lain.

             II.   Jihad Melawan Syaithan(Jihadus syaithan)
Beliau mengklasifikasikannya menjadi dua tahapan
1)            Berjihad dengan menghalangi masuknya bisikan setan kepada hamba berupa syubhat-syubhat dan keraguan yang mengotori keimanan.
2)            Berjihad dengan menghalangi masuknya bisikan setan kepada hamba berupa keinginan-keinginan kotor dan syahwat.
Jihad yang pertama kita lawan dengan keyakinan dan keimanan yang benar.Sedangkan yang kedua kita lawan dengan kesabaran.Karena kesabaran mampu mengalahkan syahwat dan keinginan-keinginan yang jelek.Sedangkan keyakinan dan keimanan yang benar mampu mengalahkan keragu-raguan dan syubhat.
          III.   Jihad Melawan Orang-orang Kafir dan Orang-orang Munafik
Beliau mengklasifikasikannya menjadi empat tahapan
1)            Dengan hati
2)            Dengan lisan
3)            Dengan harta
4)            Dengan raga dan kekuatan
Jihad melawan orang-orang kafir lebih dikhususkan menggunakan kekuatan dengan mengangkat senjata.Sedangkan jihad melawan orang-orang munafik lebih dikhususkan dengan menggunakan lisan.

             IV.      Jihad Melawan Penguasa-penguasa Dzalim, Ahlu Bid’ah, dan Orang-orang Yang Sering Berbuat Kemungkaran
Beliau mengklasifikasikannya menjadi tiga tahapan
1)            Jika mampu maka dilakukan dengan kekuatan
2)            Jika tidak mampu menggunakan kekuatan, maka dilakukan dengan lisan
3)            Jika dengan lisan masih tidak mampu, maka dilakukan dengan hati. Dan yang ini adalah selemah-lemahnya iman seorang muslim.
Inilah tiga belas tahapan-tahapan jihad menurut penjelasan dari Ibnu Qoyyim al-Juziyyah. Di dalam akhir pembahasan tentang tahapan-tahapan jihad ini, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah menukil satu hadits Rasul dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
من مات ولم يَغزُ ولم يُحَــدِّث نَفســهُ باِ الغزْوِ مات على شُــعْبةٍ من النفــاق-اخرجه مســــلم -
         “Barang siapa mati dalam keadaan belum berperang dan tidak pernah terbesit di dalam hatinya keinginan untuk berperang fisabilillah, maka ia mati di atas salah satu dari cabang-cabang kemunafikan.”(HR. Muslim)
                     Dapat dipahami bahwa orang-orang yang mati dalam keadaan belum berperang di jalan Allah atau belum pernah sedikitpun terbesit dalam hatinya keinginan untuk berperang di jalan Allah, maka mereka benar-benar mati di atas salah satu dari cabang-cabang kemunafikan.Wal ‘iyyadhu billah.
B.   SyubhatSeputar Tahapan-tahapan Jihad
Ø  Jihad Terbesar Adalah Jihad Melawan Hawa Nafsu
Jihad melawan hawa nafsu (Jihadun nafsi) sebenarnya bukanlah suatu hal yang syubhat, kamipun tidak memungkiri eksistensi Jihadun nafsiitu sendiri.Bahkan di pembahasan awal kami paparkan bahwaJihadun nafsimerupakan salah satu dari sekian tahapan jihad menurut keterangan dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Namun sebagian orang yang memang enggan untuk berangkat berjihad melawan orang kafir yang memerangi umat muslim, menjadikannya sebagai satu alasan mengapa mereka meninggalkan jihad memerangi orang yang memerangi umat muslim. Dengan dalih bahwa jihad melawan hawa nafsu adalah Jihad akbar (Jihad Besar), sedangkan Jihad terhadap orang-orang kafir dikatakannya sebagai Jihad asghar (Jihad kecil).
Menurut mereka, jihad melawam hawa nafsu adalah amalan yang lebih utama dan besar dari pada berjihad memerangi orang yang memerangi umat muslim. Mereka juga berasumsi bahwasekarang ini bukanlah waktunya untuk berjihad melawan orang yang memerangi umat muslim, melainkan waktunya untuk berjihad melawan hawa nafsu (Jihadun nafsi) dalam bentuk kesungguh-sungguhan kita dalam beribadah dan ikhlas dalam beramal serta kesungguhan kita dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban seperti shalat, zakat, dan lain sebagainya.
Inilah bentuk syubhat yang sampai sekarang masih mengendap di kalangan orang “Salafi anti jihad” saat ini hingga mereka enggan berangkat berjihad.
Begitu pula orang-orang Sufi, mereka menolak untuk berangkat berjihad dengan menyandarkan argumennya ini dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz:
Ketika Nabi Muhammad pulang dari perang (Badar) lalu bersabda:”Kita baru saja kembali dari tempat yang terbaik, dan kalian telah kembali dari perang kecil menuju perang besar. Para sahabat bertanya, apa maksud Jihad Besar itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab “Jihadnya seseorang melawan hawa nafsunya.”(Tarikh Al-Baghdadi 13/493)
Atau dalam lafadz yang lain:
“Kita telah pulang dari Jihad Kecil menuju Jihad Besar” ,beberapa sahabat lalu bertanya, apakah Jihad Besar itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Jihad melawan hawa nafsu.”
Selain itu mereka juga beralasan bahwa, medan jihad melawan hawa nafsu adalah tak terbatas, jihad melawan hawa nafsu tak terbatas dan tak mengenal waktu, perang melawan nafsu ini sangat susah –karena hakikatnya ia berperang melawan diri sendiri-, dan musuh tidak nampak atau tidak dapat dideteksi.
Benarkah demikian keadaannya?
Tentang hadits di atas, Al-Iraqy menyebutkan dalam Takhriju Ahaditsil Ihya’hadits yang dimaksud di atas disebutkan oleh Al-Baihaqi sebagai Dha’iful Isnad (terdapat kelemahan isnad dalam rantai periwayatannya) dari Jabir.(Risalah Jihad, Hassan Albanna)
Hadits yang pertamapun juga termasuk Dha’if, karena dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Khalaf bin Muhammad bin Ismail bin Khiyam, yang menurut Al-Hakim , ‘Haditsnya tidak dapat dipakai’.
Ibnu Taimiyah menyebutkan, “Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok tertentu yang menyatakan bahwa sepulang dari perang Tabuk Rasulullah bersabda, “Kita telah kembali dari Jihad kecil menuju Jihad besar.” Hadits ini tidak ada sumbernya, tidak ada seorangpun yang melibatkan diri dalam bidang keilmuan islam meriwayatkan hadits ini. Jihad melawan orang kafir adalah jelas merupakan satu amalan yang sangat mulia, bahkan merupakan amal yang sangat penting demi kemanusiaan (Al-Furqan Baina Auliyaair Rahman wa Auliyaais Syaithan, 44-45)
Syaikh ‘Utiyah bin Muhammad Salim mengomentari hadits“Kita telah pulang dari Jihad Kecil menuju Jihad Besar”Maknanya benar, namun bukan atas dasar Jihadul Akbaradalah Jihadun Nafsi.
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad bin Abdul Muhsin bin Abdullah bin Hamad di dalam “Syarh al-Arbain an-Nawawi”-nya menjelaskan tentang hadits di atas ketika ditanya sejauh mana kebenaran hadits tersebut, “Jihad sebagaiman yang telah diketahui adalah jihad melawan orang kafir, sedangkan jihad melawan hawa nafsu adalah sebagai wasilahnya, dan saya tidak tahu apakah hadits itu ditetapkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Beliau juga menerangkan bahwa maksud dari Jihadul akbaradalah Jihadul kuffar(jihad melawan orang-orang kafir) dan bukan jihad melawan hawa nafsu, akan tetapi jihad melawan hawa nafsu adalah sebab yang memberikan banyak  manfaat saat berjihad melawan orang-orang kafir. Karena seseorang yang belum berjihad melawan hawa nafsunya tidak akan memberikan banyak pengaruh terhadap orang-orang kafir. Sedangkan yang memberikan banyak pengaruh terhadap orang-orang kafir adalah yang sudah berjihad melawan hawa nafsunya. Namun tetap tidak ada keraguan lagi bahwa Jihadul akbaradalah Jihadul kuffar(jihad melawan orang-orang kafir) bukan jihad melawan hawa nafsu.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hadits-hadits yang digunakan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Jihad melawan hawa nafsu dan syaithan adalah Jihad akbar (jihad besar), adalah lemah atau bahkan palsu. Disamping itu, seluruh hadit-hadits di atas, bertentangan dengan ayat-ayat suci al-Qur’an dan hadits-hadits shahih,
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa; 95 yang artinya:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan  jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Perbedaan derajat di atas berlaku ketika Jihad dalam keadaan fardhu kifayah.Sedangkan ketika Jihad menjadi fardhu ‘ain, maka orang-orang yang meninggalkan Jihad fi sabilillah dianggap sebagai pelaku dosa besar.Demikian karena pelakunya diancam dengan adzab dari Allah yang disebutkan dalam QS. At-Taubah: 39 yang artinya:
“Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantikannya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberikan kemadharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, “Menceritakan kepada kami Sa’id bin Manshur, menceritakan kepada kami Abdullah Al-Wasithi dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya, dari Abu Hurairah, katanya: kepada Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam ditanyakan tentang amal apa yang menyamai Jihad fi sabilillah, Rasulullah menjawab, ‘Kalian tidak akan sanggup’, lalu pertanyaan itu diulang sampai tiga kali, semua pertanyaan itu dijawab oleh Rasulullah dengan, ‘Kalian tidak akan sanggup melakukannya’Pada ketiga kalinya Rasulullah bersabda, “Perbandingan seorang Mujahid fi sabilillah adalah seperti seorang yang shaum (puasa) dan shalat dan membaca ayat-ayat Allah. Orang yang yang shaum tadi terus menerus shaum, tidak pernah bebuka, terus menerus berdiri shalat tanpa berhenti, sampai Mujahid tersebut kembali dari Jihad fi sabilillah.”(Shahih Muslim, Kitabul Imarah; 3490
Menurut keterangan dari para ulama di atas, bisa kita jelaskan bahwa Jihadun nafsi(jihad melawan hawa nafsu) adalah satu tahapan dari tahapan-tahapan jihad yang akhirnya mengantarkan kita untuk berjihad melawan orang-orang yang memerangi umat muslimJihadul akbar. Dan bukanlah tingkatan jihad tertinggi sebagaimana asumsi oleh orang “Salafi anti jihad”saat ini, dan juga argumennya orang Sufi yang mereka sandarkan atas hadits-hadits Dhaif atau bahkan Maudhu’.
Maka tidak ada lagi hujjah bagi kita untuk meninggalkan jihad melawan orang-orang kafir dengan dalih bahwa jihad melawan hawa nafsu kita lebih utama.Karena ayat-ayat dan hadits-hadits di atas menerangkan bahwa Jihad fi sabilillah merupakan amal yang paling tinggi, tidak ada amal lain yang menyamainya.Lalu bagaimana mungkin suatu amal yang paling tinggi dalam Islam dianggap sebagi Jihad kecil?
Jika kita masih menganggap bahwa jihad melawan hawa nafsu kita lebih utama dan tepat untuk direalisasikan pada masa sekarang, kemudian kita meninggalkan jihad memerangi orang kafir yang memerangi umat muslimin, maka kita terjatuh pada syubhatnya orang-orang “Salafi anti jihad” saat ini yang salah dan keliru dalam memahami makna Jihadul akbardengan artian jihad melawan hawa nafsu.Wallahu a’lam bis shawab

Daftar Referensi
1.      Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1980, cet. Ke14, Maktabah al-Mannar al-Islamiyah, Kuwait
2.      Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, 2003, Minhajul Muslim, Daar al-Fikr, Beirut
3.      Majalah An-Najah, edisi 10, Juni 2006, hal. 21-23, Solo
4.      Ramdhun, Abdul Baqi,  Al-Jihadu Sabiluna, 1990, cet. Ke2, Muassasah ar-Risalah, Beirut

5.      Tim jazera, 2011, Syubhat Salafi, cet. Ke-1, Jazera, Solo

0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net