Sabtu, 30 April 2016

Klasifikasi Ahli Kitab

0

oleh : Eko asy-Syahid



A.   Pendahuluan
Dalam tradisi islam, para mufassir berpendapat bahwa istilah ahlu kitab ditujukkan kepada dua golongan , Yahudi dan Nashrani. Dalam perkembangannya pun pengertian ahlu kitab semakin meluas hingga semua agama yang memiliki kitab bisa di kategorikan sebagai ahlu kitab, yang secara bahasa mempunyai sebuah kitab suci, baik itu Yahudi, Nashrani, Zoroaster, Yahudi, Majusi, Hindu, Buddha, Konghucu, dan Shinto. Beragam kerancuan tentang lingkupan ahlu kitab semakin menjadi, ketika para liberalis berbicara tentang agama. Mereka menyebarkan beragam fitnah di tengah kaum muslimin. Terkhusus di indonesia yang kaum muslimin mayoritas masih awwam, menjadi obyek obrolan sesat para liberalis yang memalingkan mereka dari islam. Karena sejatinya mereka benci dengan aturan islam dan mencoba membuang islam dari kehidupan mereka dan mengubah aturan penuh kebebasan di dalam kehidupan mereka.
 Kesalahan dalam menarik kesimpulan mengenai ahlu kitab, karena setiap agama dianggap sebagai ahlu kitab, maka tidak ada bedanya antara islam dengan agama-agama yang lain. Bahkan, semuanya akan selamat di akhirat kelak.
Pandangan-pandangan ini sungguh sangat bertentangan dengan pandangan para mufassirin dimasa lalu dalam tradisi intelektual islam. Contoh al-Thabary (w. 310 H)[1]. Al-Qurthuby (w. 671)[2], dan Ibnu Katsir (w. 774 H). Mengatakan bahwa terma ahli kitab tertuju kepada komunitas Yahudi dan Nashrani.
Yahudi dan Nashrani adalah ahlu kitab, klaim ini berdasarkan argumen bahwa telah diutusnya nabi-nabi kepada mereka dengan membawa kitab suci yang mengajarkan risalah tauhid, yang masing-masing kaum berbeda minhaj dan syari’at.
Pun didalam islam ahlu kitab menjadi golongan kafir yang diperlakukan khusus dari golongan kafir yang lain. Yaitu dalam hal makanan dan wanita ahlu kitab yang memiliki hukum tersendiri, meskipun mereka tetap dengan kekafiran mereka. Inilah mengapa perlu penjelasan akan definisi ahlu kitab dan klasifikasi perspektif ahlusunnah wal jama’ah.

B.     Pengertian
Secara bahasa kata أهل  berarti penganut atau pengikut, bisa juga diartikan penghuni. Dari kata أهِل ـَـ اَهَلاً به  yang berarti senang, suka, ramah pada, Sedangkan makna kitab adalah الْكِتَابِ berarti kitab suci, al-Qur’an, Taurat, Injil, fardhu, kewajiban, buku bacaan, kumpulan dari lembaran-lembaran.[3]
Dalam kamus mu’jam lughotul fuqoha’ disebutkan bahwa ahlu kitab adalam Kaum Yahudi dan Nashrani.[4]
Sedangkan secara istilah syar‘i
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ ( أَهْل الْكِتَابِ ) هُمُ : الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى بِفِرَقِهِمُ الْمُخْتَلِفَةِ
 Mayoritas fuqoha‘ berpendapat bahwa ahlu kitab adalah Yahudi dan Nashrani dengan berbagai firqohnya [5] [6]
 Hanabilah dan Hanafiyyah memberikan tambahan bahwa Samirah termasuk ke dalam golongan Yahudi, karena mereka beriman dengan taurat nabi musa dan menjalankan syari’atnya, walaupun dalam banyak hukum mereka menyelisihi Yahudi. Sedangkan kaum Nashrani adalah mereka yang beriman dengan injil dan menisbatkan diri mereka kepada nabi Isa Alaihis salam. sedangkan menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah ahlu kitab hanya sebatas Yahudi dan Nashrani.
Di madzhab Hanafi, makna ahlu kitab diperluas :
إنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ هُمْ : كُلُّ مَنْ يُؤْمِنُ بِنَبِيٍّ وَيُقِرُّ بِكِتَابٍ , وَيَشْمَلُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى , وَمَنْ آمَنَ بِزَبُورِ دَاوُد , وَصُحُفِ إبْرَاهِيمَ وَشِيثٍ . وَذَلِكَ لِأَنَّهُمْ يَعْتَقِدُونَ دَيْنًا سَمَاوِيًّا مُنَزَّلًا بِكِتَابٍ
Sesungguhnya ahlu kitab adalah setiap yang beriman kepada Nabi dan meyakini sebuah kitab, meliputi Yahudi dan Nashrani, juga yang beriman kepada kitab Zabur nabi Dawud, shuhuf Ibrahim dan Syits, demikian itu karena mereka meyakini agama samawi yang diturunkan dengannya sebuah kitab.[7]
Makna yang ada di dalam kalangan Hanafi tentu lebih lengkap, tetapi definisi menurut jumhur lebih tepat untuk masa sekarang, mengingat hanya kaum Nashrani dan Yahudi yang masih eksis hingga sekarang, berbeda dengan pengertian yang disimpulkan oleh Hanafi karena tepat di masa itu.
C.    Klasifikasi Ahli kitab
1.      Yahudi
Mereka yang dinisbatkan kepada pengikut nabi Musa,[8] anak keturunan Yehuda (aslinya Yehudza, kemudian orang-orang Arab merubah huruf Dza menjadi dal), anak sulung keturunan Ya’qub. Yahudi, dalam ayat
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

 Artinya,’’ Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati’’.(al-Baqarah (2) 62)
Adalah mereka yang bertaubat dari penyembahan mereka kepada Sapi, yang tertera juga dalam lafadz إنا هدنا إليك (al-A’raf : 156)
Dalam lintasan sejarah, setelah mereka selamat dari kejaran fir’aun dengan pertolongn Mukjizat dari Allah melalui Nabi Musa ‘alihissallam, mereka tinggal di semenanjung Sinai dan timur Kanaan (Palestina), sebagaimana tertera dalam ayat
 يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ
Artinya,’’ Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (QS. Al-Ma’idah ayat 21)
Setelah nabi Musa wafat, bangsa Israel tetap tinggal di Kanaan. Setelah berlalunya masa (wafatnya nabi Daud dan Sulaiman) kerajaan Israel (Yahudi) berpecah, di utara Israel dengan ibukota Samarria dan selatan Juda dengan ibukota Baitul Maqdis (Yerrusalem). Pada tahun 63 SM Juda dan Israel jatuh ke tangan orang Romawi, setelah itu orang Yahudi hidup dalam pelarian, hingga zaman Othmaniyyah (khilafah Utsmaniyyah) orang Yahudi dapat merasakan kehidupan yang damai dengan membayar Jizyah kepada Khilafah Othmaniyyah. Pada abad ke-19, ditunjangi oleh Jewish Colonization Assocation Baron Hirsch, Yahudi dari Eropah Timur berpindah ke Argentina dan membentuk Kolonialisme pertanian, untuk kembali ke Palestine bermula tahun 1881.[9] Dewasa ini ada sejumlah kelompok Yahudi utama : Kaum Ashkenazim, Kaum Sefardim, Kaum Mizrahim atau "Orang dari Timur"[10]
2.      Nashrani
Kalimat Nashara adalah bentuk jamak dari Nashriy, yang dinisbatkan kepada desa bernama Nashirah, tempat turunnya nabi Isa, ada yang mengatakan bahwa dinamakan Nashara karena mereka saling menolong antar satu dengan yang lain[11]. Dan dalam perjalanannya mereka menganggap nabi Isa adalah putra Allah, bahkan Allah itu adalah Isa, (I’tikad mereka akan paham Trinitas) sebagaimana tertera dalam ayat, yang artinya : ’’Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabbmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Ilah selain dari Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih’’. (al-Maidah ayat 72-73), yang sejarah mereka tertera pada tafsir surat ali Imran ayat 55, ketika Nabi Isa hendak dibunuh oleh utusan orang Yahudi beliau menanawarkan kepada 12 Hawariyyun yang bersamanya, siapa yang mau untuk menjadi posisinya dan dibunuh oleh orang Yahudi dan janjinya adalah kedudukan bersamaku di jannah. Akhirnya salah seorang dari mereka maju dan akhirnya dibunuh di tangan orang Yahudi. Setelah nabi Isa diangkat terpecahlah Hawariyyun menjadi tiga kelompok, yang pertama Ya’qubiyyah yang menyatakan bahwa Nabi Isa adalah Allah, Nasthuriyyah yang mengatakan bahwa Isa adalah putra Allah, yang ketiga al Muslimun (isyhad bianna muslimun) mengatakan bahwa Isa adalah seorang Nabi dan diangkat oleh Allah.(tafsir al-Qurthubi)
Agama Kristen termasuk banyak tradisi agama yang bervariasi berdasarkan budaya, dan juga kepercayaan dan aliran yang jumlahnya ribuan. Selama dua milenium, Kekristenan telah berkembang menjadi tiga cabang utama:

a.       Katolik (denominasi tunggal Kristen terbesar, termasuk Gereja Katolik ritus Timur, dengan satu koma dua milyar penganut total, lebih dari setengah dari jumlah total penganut agama Kristiani)
b.      Protestanisme (terdiri dari berbagai macam denominasi dan pemikir dengan berbagai macam penafsiran kitab suci, termasuk Lutheranisme, Anglikanisme, Calvinisme, Pentakostalisme, Methodis, Gereja Baptis, Karismatik, Presbyterian, Anabaptis, dsb.)
c.       Ortodoks Timur (denominasi tunggal Kristen terbesar kedua, dan merupakan denominasi Kristen terbesar di Eropa timur).
Selain itu ada pula berbagai gerakan baru seperti Bala Keselamatan, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Mormon, Saksi-Saksi Yehuwa, serta berbagai aliran yang muncul pada akhir abad ke-19 maupun abad ke-20, dll. [12]
3.      Majusi
Mereka adalah para penyembah matahari, bulan dan api.[13] Mereka aslinya adalah an-Najus, karena mereka menggunakan benda-benda najis dalam peribadatan mereka.[14] Mereka juga menetapkan dua Tuhan, Tuhan kebaikan dan Tuhan keburukan dan mereka adalah penduduk Persia Raya. Meskipun mereka musyrik akan tetapi mereka diperlakukan sebagaimana Ahlu kitab dalam membayar jizyah[15] hal ini sesuai yang tertera dalam hadits dari sahabat Abdurrahman bin ‘Auf سنوا بهم سنة أهل الكتاب  ‘’perlakukan mereka sebagaimana ahli kitab’’. Perlakuan sama antara Majusi dan ahlu kitab adalah dengan membayar jizyah. Para Fuqoha sepakat bahwa mereka bukanlah termasuk ahlu kitab meskipun mereka diperlakukan sebagaimana ahlu kitab dalam pembayaran jizyah.[16]
4.      Shobi’ah
Mereka adalah kaum yang menyembah bintang dan Malaikat, sholat menghadap ke kiblat dan membaca kitab Zabur.[17] Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka termaasuk ahli kitab include dalam kamunitas Yahudi dan Nashrani[18], adapun pendapat Imam Ahmad yang juga merupakan salah satu pendapat Ulama’ Syafi’iyyah bahwa mereka termaasuk kaum Nashrani[19]. Juga ditashih oleh Ibnu Qudamah mengenai pendapat Imam Ahmad bahwa jika dalam Ushuluddin[20] bersesuaian dengan Yahudi dan Nashrani maka mereka termaasuk bagian dari Yahudi dan Nashrani, dan apabila mereka menyelisihi Yahudi dan Nashrani dalam ushuluddin maka mereka bukanlah termaasuk dari golongan Yahudi dan Nashrani dan mereka dihukumi sebagai penyembah berhala (‘abadatul autsan).[21]
5.      Samiroh
Mereka adalah kaum Yahudi yang membangkang dengan perilaku mereka menyembah sapi yang diprakarsai oleh Samiri (ada yang mengatakan namanya adalah harun, adapula yang mengatakan namanya ialah Musa bin Zhufr) dengan membuat patung sapi dari kumpulan perhiasan-perhiasan dari Mesir yang dileburkan dan dicetak serta bisa mengeluh (mengeluarkan suara karena memang bias bersuara, atau patung tersebut dibuat dengan rongga yang ketika angin bertiup akan menghasilkan bunyi) dan samiri menyesatkan mereka dengan patung buatan tersebut.[22] Para pengikut Musa akhirnya mengikuti Samiri, ketika nabi Musa menuju bukit Thursina, diterangkan dalam surat Thaha ayat 83 sampai 98.
D.    Hukum seputar Ahlu kitab
1.      Di dalam al-Qur’an ahlu kitab disebut sebagai orang-orang kafir
Dalam pandangan islam, status ahli kitab jelas termasuk kategori orang kafir. Karena mereka mendustakan Rasulullah dan ajarannya. Dan kekufuran terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah berarti mengingkari syari’at Allah secara keseluruhan. Ini karena syari’at yang dibawa Nabi Muhammad merupakan pelengkap serta penutup rantai kenabian dalam penyempurnaan syari’at Allah.  Dan ukuran keimanan mereka adalah dengan pembenaran terhadap kenabian Muhammad dan ajaran yang dibawanya serta mengimaninya.[23]
Didalam al-Qur’an Allah berfirman, yang  artinya : “Hai ahli kitab, mengapa kamu kafir kepada ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya).’’(ali Imran:70)
Dan dalam ayat lain Allah juga menegaskan, yang artinya,’’orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukit yang nyata.’’ (al-Bayyinah:1)
Dalam ayat ini terdapat perbedaan antara kaum musyrikin dan ahlu kitab. Pun, perbedaan ini bagi kaum muslimin juga berbeda dalam menyikapi mereka ketika bermuamalah di dunia, diantaranya makanan ahlu kitab dan wanita mereka halal bagi kaum muslimin. Sedangkan di akherat tetap ahlu kitab dan kaum musyrikin di neraka Jahannam. Allah berfirman, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahlu kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal didalamnya mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (al-Bayyinah: 6).
Juga disebutkan dalam surat al-Anfal ayat 22 sebagai penjelas makna ayat ini, yang artinya :’’sesungguhnya seburuk-buruk hewan melata (makhluk) disisi Allah adalah mereka yang tuli dan bisu dan mereka tidak mengerti apa-apa.’’ (al-Anfaal:22). Yang dimaksud disini adalah orang-orang kafir sebagaimana tertera dalam surat Muhammad ayat 23, artinya :’’mereka itulah orarng-orang yang dilaknat Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka. (Muhammad:23) [24].
Berikut perincian dalil yang menjelaskan akan kekafiran ahlu kitab :
1.      Kafirnya kaum Nashrani, didalam firman Allah, yang artinya, ’’Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabbmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Ilah selain dari Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih’’. (al-Maidah ayat 72-73)
2.      Kafirnya orang-orang Yahudi tersebut dalam firman Allah, yang artinya : ’’Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat  mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?’’(at-Taubah :30).
Akan tetapi jika mereka beriman, dengan bersyahadat maka mereka termaasuk orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam ayat, yang artinya :
”Dan sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tantulah kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami mesukkan mereka kedalam Jannah yang penuh kenikmatan.’’(al-Maidah: 65).
Begitu halnya Rasulullah menyebut mereka sebagai orang kafir, sebagaimana yang tertera dalam hadits riwayat sahabat abu Hurairah radhiyyallahu ‘anhu,
 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ».
Artinya :’’dari Abu Hurairah radhiyyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda,’’Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tak seorang pun dari ummat ini Yahudi atau Nashrani yang mendengarku dan tidak beriman kepada apa yang aku bawa kemudian ia mati kecuali ia termaasuk penduduk neraka. (HR. Muslim. Hadits no. 403, 1/93). Agama ada enam, lima dipersembahkan untuk syaithan dan satu yang diridhai oleh Allah.[25]
2.      Sembelihan ahlu kitab
Allah berfirman, artinya :’’ Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termaasuk orang-orang merugi. (QS. Al-Maidah : 5).Dalam hal ini tentunya sembelihan mereka akan hewan yang halal bagi kaum muslimin, bukan berupa babi, anjing, dan hewan-hewan yang diharamkan dalam islam.
Ibnu katsir didalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini,’’yakni sembelihan mereka halal bagi kaum muslimin dan ini adalah perkara yang disepakati.[26]
Adapun mengenai ayat yang melarang memakan makanan yang tidak disebut nama Allah telah di Mansukh dengan ayat ini. Ibnu katsir menjelaskan,
قال ابن أبي حاتم قرئ على العباس بن الوليد بن مزيد أخبرنا محمد بن شعيب أخبرني النعمان بن المنذر عن مكحول قال أنزل الله " ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه " ثم نسخه الرب عز وجل ورحم المسلمين فقال " اليوم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتاب " فنسخها بذلك وأحل طعام أهل الكتاب
’’berkata Ibnu Abi Hatim : Dibacakan kepada al-Abbas bin al-Walid bin Mazyad, telah mengkabarkan kepada kami Muhammad bin syu’aib, telah mengkabarkan kepada kami an-Nu’man bin al-Mundzir, dari Makhul, ia berkata : Allah menurunkan (janganlah kalian makan makanan yang tidak disebutkan nama Allah diatasnya.’’QS. Al-An’am : 121), lalu Allah Azza wa jalla menghapusnya dan memberikan kasih sayang bagi kaum muslimin lalu berfirman,: ‘’Hari ini telah dihalalkan bagimu yang baik-baik, dan makanan ahli kitab halal bagimu), maka ayat ini telah menghapus ayat sebelumnya. Dan telah dihalalkan makanan sembelihan ahlu kitab. (tafsir al-qur’anul Adzim, 3/40)
Dan ini khusus bagi ahlu kitab, sedangkan orang-orang musyrik sembelihan mereka tetaplah haram bagi kaum muslimin.
Disebutkan pula didalam kitab Syarhul Kabir karangan ibnu Qudamah bahwa,  mengenai ayat ini (al-Maidah : 5 ) yakni sembelihan mereka tidak ada perbedaan antara orang fasiq atau orang adil dari kaum muslimin dan orang dari ahlu kitab, tidak ada perbedaan antar ahlu kitab dzimi atau harbi dalam masalah kehalalan sembelihan mereka  dan haramnya sembelihan selain mereka.  Mayoritas ulama’ juga memandang bolehnya hasil buruan mereka (Yahudi dan Nashrani),[27] tetapi pengecualian bagi kafirnya majusi yang makanan mereka tidak boleh dimakan. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, (hal 39, vol 11).
Dengan pemaparan ini, tentu halnya masih terdetik dalam benak pertanyaan akankah halal sembelihan Yahudi dan Nashrani hari ini. Karena rasa wara’(menjaga diri dari perkara yang samar). Sebagai final kesimpulan point ini, sebagai bentuk wara’ adalah dengan menghindari makanan sembelihan ahlu kitab, yang meskipun mayoritas ‘Ulama membolehkannya. Karena realita masa kini yang sembelihan seorang muslim saja masih dipertanyakan apakah ia membaca bismillah ketika menyembelih ataukah tidak, terlebih mereka yeng telah berbuat kesyirikan.
3.      Wanita ahlu kitab
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. (al Maidah (5): 5)
Dalam ayat ini secara ibarotun nash menegaskan bahwa halalnya seorang muslim menikahi seorang wanita ahlu kitab yang menjaga kehormatannya bukan sembarang wanita ahlu kitab. Pembolehan ini merupakan pendapat mayoritas ulama, hanya saja terjadi perbedaan pendapat pada jenis wanita ahlu kitab yang boleh dinikahi.
Ulama’ dan ahli tafsir berbeda pendapat mengenai firman Allah, dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu. Apakah berlaku untuk semua wanita ahli kitab yang menjaga dirinya, baik mereka itu yang merdeka atau yang budak ? Ibnu Jarir menceritakan bahwa dari segolongan ulama salaf ada yang menafsirkan al Muhshonah adalah wanita yang menjaga kehormatannya (al Afiifaat), bahkan dalam beberapa riwayat maksud dari kata Muhshonaat, selain menjaga diri dari zina juga mereka mandi junub ketika berhadats.[28] Dikatakan pula, maksud dengan ahli kitab disini adalah wanita isra’ilayyah, dan ini pendapar Asy-syafi’i. ada juga yang mengatakan Dzimmiyyat (bukan harbiyyat (yang diperangi), karena Allah ta’ala berfirman dalam surat-Taubah 29
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.[29]
Adapun didalam madzhab Maliki. Bolehnya seorang muslim menikahi perempuan Yahudi maupun Nashrani, dan tidak halal baginya selain keduanya. Sedangkan hal tersebut dimakruhkan dalam madzhab Maliki tanpa mengharamkannya.[30] Dan tidak boleh menikahi perempuan yang murtad.[31]
Komparasi dari beberapa pendapat diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa tidak bolehnya bagi seorang muslim menikahi wanita ahli kitab dikarenakan budaya dan adat mereka. Yang mana mereka tidak dapat dipercaya bahwa mereka mampu menjaga kehormatan mereka. Apalagi dengan Modernitas zaman kini, karena Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab sendiri memisahkan Ibnu Yaman dan Thalhah dari istri keduanya yang berstatus sebagai ahlu kitab, dengan ijtihad beliau bahwa kedua sahabatnya itu tidak mengetahui latar belakang istri mereka. Bahkan dalam riwayat tersebut seakan Umar Radhiyyallahu ‘anhu menganggap tidak sahnya pernikahan mereka. Dan hal itu beliau lakukan di zaman beliau menjadi seorang Khalifah.[32]
4.      Apakah Yahudi dan Nashrani hari ini masih disebut sebagai ahli kitab ?
Dari berbagai kalangan di antara kaum muslimin ada yang berkeyakinan bahwa Yahudi dan Nashrani hari ini bukanlah ahlu kitab yang dimaksud Al-Qur’an, mengingat alasan mereka adalah karena mereka (Yahudi dan Nashrani) sudah mengubah kitab yang mereka yakini dan merubah ayat-ayatnya. Sehingga mereka telah sesat dan tidak bisa disebut sebagai ahlu kitab lagi.
Pendapat ini mereka kemukakan dengan berdalil kepada surat al-Maidah ayat 5, yang menyatakan akan kehalalan sembelihan ahlu kitab bagi kaum muslimin. Dengan pertanyaan, yang mana mungkin sembelihan mereka halal sedangkan mereka sudah merubah kitab Allah ? Tetapi kenyataan yang ada, bahwa kesesatan yang ada dalam ahlu kitab sudah ada sejak diutusnya nabi terakhir ketika ayat ini turun, bahkan sebelum Rasulullah Muhammad diutus. Oleh karenanya Yahudi dan Nashrani hari ini tetaplah disebut sebagai ahlu kitab karena mereka sudah sesat sejak diturunkannya ayat ini. Juga mereka tetap diberlakukan sebagai ahlu kitab, karena mereka sekarang adalah juga masih berstatus sebagai ahlu kitab.
Untuk lebih rincinya adalah sebagai berikut :
a.       Perubahan dalam ayat-ayat Allah sudah mereka lakukan sebelum nabi terakhir diutus.   Sehingga jika mereka tidak disebut sebagai ahlu kitab karena ini, maka mereka tentu sudah tidak disebut sebagai ahlu kitab sejak dahulu.
Allah berfirman mengenai perilaku mereka dalam merubah ahlu kitab, dalam surat al-Baqarah 79 :
فوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ
Artinya,:’’
 Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al baqarah (2): 79)
Para ulama berbeda pendapat mengenai kata وَيْلٌ, sedangkan maksud ayat ini adalah ada segolongan dari kaum Yahudi (dalam riwayat lain bani Isra’il) merubah ayat-ayat dalam Kitab Taurat (Torah) lalu memasarkan kepada manusia untuk mendapatkan dunia, mereka menghapus apa yang mereka benci dan menambahkan apa-apa yang mereka suka dan cinta, serta menghapus nama Muhammad dari kitab Taurat. Maka, murka Allah atas mereka dan mengangkat sebagian dari kitab Taurat dan berfirman,’’
فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
Ayat ini merupakan salah satu serangkaian kisah tentang perilaku orang Yahudi pada masa sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihissalaam. Artinya, dengan ini sungguh jelas terjadi perubahan ayat-ayat Allah Ta’ala oleh tangan-tangan kotor mereka sudah ada sebelum zaman Nabi Shallallahu ‘alaihissalaam.[33]
b.      Dalam al qur’an Allah Azza wa jalla tetap menyebut mereka dengan sebutan ahli kitab.
Hal ini tertera dalam ayat ali Imran ayat 64,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Dalam ayat ini meskipun mereka kafir tetap saja Allah menyebut mereka sebagai Ahlu kitab, yang untuk panggilan kepada orang-orang kafir sendiri Allah ajarkan kepada nabiNya dalam surat al Kafirun, tetapi orang kafir tersebut maksudnya adalah kafir Quraisy.
Abu Qatadah, Ibnu Juraij dan Ulama’  lain berpendapat bahwa itu adalah panggilan mereka kepada orang –orang Yahudi madinah, mereka disebut demikian karena mereka menjadikan ketaatan mereka terhadap pendeta-pendeta mereka seperti halnya ketaatan mereka kepada Rabb.[34]
c.       Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihissalaam juga menyebut mereka dengan ahlu kitab.
Dari Abu Hurairah radhiyyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihissalaam bersabda
 لَا تُصَدِّقُواْ أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوْهُمْ
‘’janganlag kalian memebenarkan Ahli kitab, dan jangan pula mendustakannya (HR. Bukhari no. 2684)
Dari Abu Tsala’bah al Khusyani radhiyyallahu Anhu, berkata
...قُلْتُ يَا نَبِيَ اللهِ إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أَفَنَأْكُلُ فِيْ اَنِيَتِهِمْ
Aku bertanya kepada Nabi :”Wahai Nabiyallah, sesungguhnya kami tinggal di negerinya kaum ahli kitab, apakah kami boleh makan di wadah mereka …….
Jawaban Nabi
أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مَنْ أَهْلَ الْكِتَابِ فَإِنَّ وَجَدْتُم ْغَيْر َهَا فَلَا تَأكُلُوا فِيْهَا وَإِنَّ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُواهَا وَكُلُوا فِيْهَا
Adapun apa yang kamu ceritakan tentang ahli kitab, maka jika kamu mendapatkan selain bejana mereka, maka jangan kamu memakan dengan menggunakan wadah mereka. Jika kamu tidak mendapatkan wadah lain, maka cuci saja wadah mereka dan makanlah padanya…. (HR.Bukhari no 5478)
Kisah-kisah yang tertera dalam hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwan ahli kitab mereka lah Yahudi dan Nashrani secara keseluruhan sebagaimana disebutkan dalam kitab tafsir al Qurthuby bahwa ahlu kitab melingkupi seluruh kaum Yahudi dan Nashrani.[35]

E.     Kesimpulan
Dari setiap paparan yang telah ulama’ jelaskan dalam kitab-kitab mereka, terma ahli kitab adalah komunitas orang-orang Yahudi dan Nashrani. Mereka yang kafir karena telah berani mengubah ayat-ayat Allah sedangkan nabi telah diutus ditengah mereka. Didalam komunitas Yahudi tidak ada bedanya antara yang berpegang pada Talmud maupun Torah begitu halnya Nashrani dengan berbagai macam firoqnya.
Mereka tetaplah kafir akan tetapi sembelihan mereka tetap halal bagi kaum muslimin. Kecuali jika benar-benar nampak bahwa mereka menyembelih untuk selain Allah. Wanita mereka tetap halal untuk dinikahi, akan tetapi sebagai bentuk kehati-hatian sahabat Umar memisahkan para sahabat nabi dari istri mereka yang berstatus ahlu kitab, karena syarat yang tertera dalam surat al-Maidah ayat 5 adalah Muhshonaat (menjaga kehormatan).[36]
Mereka menyandang gelar kafir. Dan akan masuk neraka. Kecuali mereka beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad serta ajaran yang dibawa olehnya.

F.     Daftar pustaka
1.      Al-Qurthubi, 1984, al-Jami Li ahkami al-Qur’an, Mesir, Daar al-Kutub al-Ilmiyyah.
2.      Asy-Syaukani, ___, Fathul Qadir, Beirut, Daaral-Ma’rifah.
3.      Ali bin Naif asy-Syahud, ___, Khulashoh fie Ahkami Ahli Dzimmah, tanpa kota dan penerbit.
4.      Muhammad al-Amin Asy-Syinqithi, 1995 M-1415 H, Adhwa’ul bayan, Beirut, Daar al-Fikri. 
5.      Imaduddin Abi al-Fida’ Isma’il Ibnu Katsir, 1999, Tafsir al-Qur’an al-Azim, ____, Daar al-Thayyibah.
6.      Ibnu Qudamah, 1992, Al-Mughni, Mesir, Hajara.
7.      Abu Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-mughirah al-ju’fi al-Bukhari, 1422 H, al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar min Umuri Rasulillah Shallallahu ‘alaihissalaama wa sunanihi wa Ayyamihi, _____, Daar Thauq al-Najah.
8.      Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, 1384 H-1964 M, al-Jami’ Li Ahkami al-Qur’an, Mesir,  Daar al-Kutub al-Mishriyyah, pentahqiq : Ahmad al-Barduni dan Ibrahim Athfasy
9.      Sayyid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah (tanpa Tahun dan Kota)
10.  Ibnu Taymiyyah, ______, Majmu’ Fatawa, _____,Daar al-Wafa’


[1] Abu Ja’far al-Thabary, Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an, (hal, 1. Vol.1 daar al-Hijr, Tahqiq : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)
[2] Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Qurthuby, al-Jami’ Li Ahkami al-Qur’an (hal,1 vol.1 daar al-Kutub al-Mishriyyah, cet.ke-2)
[3] Mu’jamul Wasith, (2/467).
[4] Lisanul ‘Arab, Ibnu Mandzur al-Afriqi al-Mishri ( hal 475 vol 10)
[5] Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (hal,20, vol.14 Daar ihya al-Turats al-Arabi)
[6] Al-Syaukani, Fathul Qadir (hal 476, vol.1, versi Syameela)
[7] khulashoh fi ahkami ahli Dzimmah( 1/237).
[8] Syinqithi, Adhwa’ul Bayan (hal78 vol.4. daar al-FIkri)
[9] SejarahBangsaYahudi_ISLAMdanBlogAkuISLAM.html
[10] Wikipedia Offline.
[11] Syamsuddin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi 1/224.
[12] Wikipedia Offline
[13] Abu Ja’far al-Thabari, Tafsir al-Thabari (hal 584, vol.18 Muasasah al-Risalah. Cet.ke-1)
[14] Syamsuddin al-Qurthubi, tafsir al-Qurthubi (hal 3725, vol. 1, versi maktabah Syameela)
[15] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’anul ‘Azhim. (hal 27 vol.2 daar al-Fikri, cet. Ke-1)
[16] Ali bin Nayif al-Syahud,Khulashoh fi ahkami ahli Dzimmah (1/237), lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (hal 48 vol 3)
[17] Abu Ja’far al-Thabari, Tafsir al-Thabari (hal 584, vol.18 Muasasah al-Risalah. Cet.ke-1), lihat juga Syamsuddin al-Qurthubi, tafsir al-Qurthubi (hal 3725, vol. 1, versi maktabah Syameela)
[18] Ibnu ‘Athiyyah al-Andalusi, al-Muharrar  al-Wajiz fi al-Tafsir al-Kitab al-‘Aziz (Lebanon, daar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993 M, cet ke-1) 3/25
[19] Muhammad bin Idris, al-Umm (daar al-Wafa’. 2001 M, cet. Ke-1) 5/670
[20] Ushuluddin mereka : membenarkan para Rosul, beriman kepada seluruh Kitab.
[21] Al-Syinqiti, Adhwa’ul bayan (9/49,  darul fikri)
[22] Syinqithi, Adhwa’ul Bayan (hal78 vol.4. daar al-FIkri)
[23] Abu Hamid al-Ghazali, Fayshol al-Tafriqoh baina al-Islam wa al-Zindiqoh ( 
[24] Al-Syinqiti, Adhwa’ul bayan (9/49,  darul fikri)
[25] Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari (Muasasah al-Risalah cet.ke-1) hal, 585. Vol. 18.
[26] Ibnu Katsir, Tafsir al-qur’anul Adzim (3/40)
[27] Muhammad bin Idris, al-Umm (hal,272 vol.4 cet. daar al-Ma’rifat, Beirut), lihat juga Muhammad ‘Alisy, manhul Jalil syarhu ala mukhtashor sayyid al-Jalil, (hal 414. Vol.2 daar al-Fikri), dan Zainuddin bin Najim al-Hanafie w.970, al-Bahru al-Ra’iq syarhu kanzu al-Daqa’iq (hal, 193. Vol.8 daar al-Ma’rifah)
[28] Ibnu Jarir al-Thabary, Jami’ul Bayan fi Ta’wil al Qur’an (Muassasah al-Risalah, 2000 M, cet. Ke-1) 9/585
[29] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, )3/4)
[30] Malik bin Anas w.179 H, al-Mudawanah al-Kubra (Beirut, Daar al-Kutub al-Ilmiyyah) 2/219.
[31] Abu Umar Yusuf bin Abdullah  al-Namiri al-Qurthuby w.463 H, al-Kaafi fi fiqhi ahli madinah al-Maliky (Riyadh-maktabah al-Riyadh cet.ke-2)2/543
[32] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim 1/582
[33] Abu Ja’far al-Thabari, Jami’ul Bayan fie ta’wil al-Qur’an (hal 271 vol. 2 cet pertama)
[34] Ibid
[35] Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (hal,20, vol.14 Daar ihya al-Turats al-Arabi)
[36] Juga pendapat Ibnu Umar mengenai nikah dengan Ahlu kitab. Ibnu Taimiyyah, Majmu’ fatawa ( hal 92, vol. 14. Daarul wafa’ cet. Ke-3)
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net