by: Mafaza
A.
Pengertian Jihad Secara Etimologi dan Terminologi
Sebelum kita masuk ke
dalam pembahasan utama kita tentang tahapan-tahapan jihad dan seputar
syubhat-syubhat yang ada, tidak ada salalahnya sedikit kita memahami makna
jihad itu sendiri baik secara etimologi dan terminologi.
Para ulama sudah banyak
mendefinisikan tentang makna jihad sesuai dengan pendapat mereka mengenai hal
tersebut. Dari sekian banyak definisi yang telah dijabarkan oleh para ulama,
bisa diambil satu kesimpulan bahwa jihad secara etimologi diambil dari
kata جَـاهَدَ-
يُجـاهِدُ- مجـاهَدةً و جِهـادًاyang artinya bersungguh-sungguh,
mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan baik dengan perkataan maupun
perbuatan di dalam peperangan.Secara terminologi berarti berperang melawan
orang-orang kafir untuk meninggikan kalimat Tauhid dan memepersiapkan
diri untuk beramalfisabilillah.
Sedangkan makna lainnya,
seperti jihadun nafsi, amar ma’ruf nahi munkar dan lainnya merupakan
makna-makna jihad yang sesuai dengan makna dasar ini.
Demikian bisa dipahami bahwa kata-kata
jihad tidak selalu diartikan sebagai jihad secara mutlak, seperti
berperang secara real melawan orang-orang kafir dengan mengangkat senjata.
Namun kata jihad dalam pembahasan tertentu bisa diartikan dengan makna lain, seperti
jihadnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallamsebelum hijroh berupajihadut
tabligh dan jihadul hujjah, yang berarti Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam berjihad dengan cara berdakwah menyampaikan hujjah.
Penulisan jihad secara mutlak biasanya didampingi dengan kata fisabilillah
untuk membedakan antara jihad yang berarti berperang melawan orang-orang kafir
dengan mengangkat senjata dengan jihad yang berarti sungguh-sungguh.Terkadang
lebih dikhususkan lagi dengan kata Qital yang artinya pertempuran.
A. Tahapan-tahapan Jihad
Setelah jelas bagi kita
dalam memahami kata jihad baik secara etimologi maupun terminologi serta
perbedaan makna antara jihad secara mutlak dengan jihad secara umum, maka kami
akan sedikit menjabarkan pembahasan kita mengenai “Tahapan-tahapan jihad dan
syubhat-syubhat yang ada.”
Di dalam buku yang
dikarangnya “Zaadul Ma’ad”, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mengklasifikasikan
tahapan-tahapan jihad secara umum menjadi empat tahapan yang masing-masing
tahapan memiliki tahapan selanjutnya. Secara umum tahapan tersebut yaitu, Jihadun
nafsi, Jihadusy syaithan, Jihadul kuffar wal munafikin, dan Jihadu arbabidz dzulmi.
Kesemuanya InsyaAllah akan dijelaskan satu-persatu oleh Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
hingga menjadi tiga belas tahapan.
I.
Jihad Melawan Hawa Nafsu (Jihadun nafsi)
Beliau mengklasifikasikannya menjadi empat tahapan
1)
Berjihad dengan cara berthalabul ilmi mencari hidayah
dan kebenaran dari dien Allah Subhanahu wata’ala, tanpa ilmu dan hidayah
seseorang tidak akan dapat mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan di kehidupan
dunia maupun kehidupan setelahnya. Hingga apabila ilmu itu sampai ditinggalkan,
maka ia akan celaka dunia dan akhirat.
2)
Berjihad dengan cara mengamalkan ilmu yang telah
dipelajarinya, karena ilmu yang tanpa adanya pengaplikasian tidak akan
bermanfaat bagi pemiliknya melainkan akan mencelakakannya.
3)
Berjihad dengan cara mendakwahkan ilmu dan hidayah
kepada orang-orang yang belum mengetahuinya, karena jika ilmu dan hidayah tidak
didakwahkan, maka mereka termasuk golongan orang-orang yang menyembunyikan
hidayah Allah Subhanahu wa ta’ala. Orang-orang yang semacam ini ilmunya
tidak akan bemanfaat dan tidak akan meyelamatkan pelakunya dari adzab-Nya.
4)
Berjihad dengan menahan diri agar bersabar terhadap
cobaan-cobaan dakwah, seperti orang yang hendak menghalang-halangi dakwah. Dan
hendaklah kita menahan semua itu semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala.
Apabila keempat tahapan ini telah sempurna pada diri seorang, maka ia
termasuk golongan Robbaniyyin, yaitu orang-orang yang berilmu, beramal
dengannya, serta mendakwahkannya kepada orang lain.
II. Jihad Melawan
Syaithan(Jihadus syaithan)
Beliau mengklasifikasikannya menjadi dua tahapan
1)
Berjihad dengan menghalangi masuknya bisikan setan
kepada hamba berupa syubhat-syubhat dan keraguan yang mengotori keimanan.
2)
Berjihad dengan menghalangi masuknya bisikan setan
kepada hamba berupa keinginan-keinginan kotor dan syahwat.
Jihad
yang pertama kita lawan dengan keyakinan dan keimanan yang benar.Sedangkan yang
kedua kita lawan dengan kesabaran.Karena kesabaran mampu mengalahkan syahwat
dan keinginan-keinginan yang jelek.Sedangkan keyakinan dan keimanan yang benar
mampu mengalahkan keragu-raguan dan syubhat.
III. Jihad Melawan
Orang-orang Kafir dan Orang-orang Munafik
Beliau mengklasifikasikannya menjadi empat tahapan
1)
Dengan hati
2)
Dengan lisan
3)
Dengan harta
4)
Dengan raga dan kekuatan
Jihad melawan orang-orang kafir lebih dikhususkan menggunakan kekuatan
dengan mengangkat senjata.Sedangkan jihad melawan orang-orang munafik lebih
dikhususkan dengan menggunakan lisan.
IV.
Jihad Melawan Penguasa-penguasa Dzalim, Ahlu Bid’ah,
dan Orang-orang Yang Sering Berbuat Kemungkaran
Beliau mengklasifikasikannya menjadi tiga tahapan
1)
Jika mampu maka dilakukan dengan kekuatan
2)
Jika tidak mampu menggunakan kekuatan, maka dilakukan
dengan lisan
3)
Jika dengan lisan masih tidak mampu, maka dilakukan
dengan hati. Dan yang ini adalah selemah-lemahnya iman seorang muslim.
Inilah tiga belas
tahapan-tahapan jihad menurut penjelasan dari Ibnu Qoyyim al-Juziyyah. Di dalam
akhir pembahasan tentang tahapan-tahapan jihad ini, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
menukil satu hadits Rasul dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
من مات ولم يَغزُ ولم يُحَــدِّث نَفســهُ باِ الغزْوِ
مات على شُــعْبةٍ من النفــاق-اخرجه مســــلم -
“Barang siapa mati dalam keadaan belum
berperang dan tidak pernah terbesit di dalam hatinya keinginan untuk berperang
fisabilillah, maka ia mati di atas salah satu dari cabang-cabang kemunafikan.”(HR. Muslim)
Dapat dipahami bahwa orang-orang yang mati dalam
keadaan belum berperang di jalan Allah atau belum pernah sedikitpun terbesit
dalam hatinya keinginan untuk berperang di jalan Allah, maka mereka benar-benar
mati di atas salah satu dari cabang-cabang kemunafikan.Wal ‘iyyadhu billah.
B. SyubhatSeputar Tahapan-tahapan
Jihad
Ø
Jihad Terbesar Adalah Jihad Melawan Hawa Nafsu
Jihad
melawan hawa nafsu (Jihadun nafsi) sebenarnya bukanlah suatu hal yang
syubhat, kamipun tidak memungkiri eksistensi Jihadun nafsiitu sendiri.Bahkan
di pembahasan awal kami paparkan bahwaJihadun nafsimerupakan salah satu
dari sekian tahapan jihad menurut keterangan dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Namun sebagian orang yang memang enggan untuk berangkat berjihad melawan orang
kafir yang memerangi umat muslim, menjadikannya sebagai satu alasan mengapa
mereka meninggalkan jihad memerangi orang yang memerangi umat muslim. Dengan
dalih bahwa jihad melawan hawa nafsu adalah Jihad akbar (Jihad Besar),
sedangkan Jihad terhadap orang-orang kafir dikatakannya sebagai Jihad asghar
(Jihad kecil).
Menurut mereka, jihad melawam hawa nafsu adalah amalan yang lebih utama dan
besar dari pada berjihad memerangi orang yang memerangi umat muslim. Mereka
juga berasumsi bahwasekarang ini bukanlah waktunya untuk berjihad melawan orang
yang memerangi umat muslim, melainkan waktunya untuk berjihad melawan hawa nafsu
(Jihadun nafsi) dalam bentuk kesungguh-sungguhan kita dalam beribadah
dan ikhlas dalam beramal serta kesungguhan kita dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban seperti shalat, zakat, dan lain sebagainya.
Inilah bentuk syubhat
yang sampai sekarang masih mengendap di kalangan orang “Salafi anti jihad” saat
ini hingga mereka enggan berangkat berjihad.
Begitu pula
orang-orang Sufi, mereka menolak untuk berangkat berjihad dengan menyandarkan
argumennya ini dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari Jabir Radhiyallahu
‘anhu dengan lafadz:
Ketika Nabi
Muhammad pulang dari perang (Badar) lalu bersabda:”Kita baru saja kembali
dari tempat yang terbaik, dan kalian telah kembali dari perang kecil menuju
perang besar. Para sahabat bertanya, apa maksud Jihad Besar itu wahai
Rasulullah? Beliau menjawab “Jihadnya seseorang melawan hawa nafsunya.”(Tarikh
Al-Baghdadi 13/493)
Atau dalam lafadz
yang lain:
“Kita telah pulang dari Jihad Kecil menuju Jihad Besar” ,beberapa sahabat lalu bertanya, apakah Jihad Besar
itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Jihad melawan hawa nafsu.”
Selain itu mereka juga beralasan bahwa, medan jihad melawan hawa nafsu adalah
tak terbatas, jihad melawan hawa nafsu tak terbatas dan tak mengenal waktu,
perang melawan nafsu ini sangat susah –karena hakikatnya ia berperang melawan
diri sendiri-, dan musuh tidak nampak atau tidak dapat dideteksi.
Benarkah demikian keadaannya?
Tentang hadits di atas, Al-Iraqy menyebutkan dalam Takhriju Ahaditsil
Ihya’hadits yang dimaksud di atas disebutkan oleh Al-Baihaqi sebagai Dha’iful
Isnad (terdapat kelemahan isnad dalam rantai periwayatannya) dari Jabir.(Risalah
Jihad, Hassan Albanna)
Hadits yang pertamapun juga termasuk Dha’if, karena dalam
sanadnya terdapat perawi yang bernama Khalaf bin Muhammad bin Ismail bin
Khiyam, yang menurut Al-Hakim , ‘Haditsnya tidak dapat dipakai’.
Ibnu Taimiyah menyebutkan, “Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh sekelompok tertentu yang menyatakan bahwa sepulang dari perang Tabuk
Rasulullah bersabda, “Kita telah kembali dari Jihad kecil menuju Jihad
besar.” Hadits ini tidak ada sumbernya, tidak ada seorangpun yang
melibatkan diri dalam bidang keilmuan islam meriwayatkan hadits ini. Jihad
melawan orang kafir adalah jelas merupakan satu amalan yang sangat mulia,
bahkan merupakan amal yang sangat penting demi kemanusiaan (Al-Furqan Baina
Auliyaair Rahman wa Auliyaais Syaithan, 44-45)
Syaikh
‘Utiyah bin Muhammad Salim mengomentari hadits“Kita telah pulang dari Jihad
Kecil menuju Jihad Besar”‘Maknanya benar, namun bukan atas dasar Jihadul Akbaradalah
Jihadun Nafsi.
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad bin Abdul Muhsin bin
Abdullah bin Hamad di dalam “Syarh al-Arbain an-Nawawi”-nya menjelaskan
tentang hadits di atas ketika ditanya sejauh mana kebenaran hadits tersebut,
“Jihad sebagaiman yang telah diketahui adalah jihad melawan orang kafir,
sedangkan jihad melawan hawa nafsu adalah sebagai wasilahnya, dan saya tidak
tahu apakah hadits itu ditetapkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Beliau juga menerangkan bahwa maksud dari Jihadul akbaradalah Jihadul
kuffar(jihad melawan orang-orang kafir) dan bukan jihad melawan hawa nafsu,
akan tetapi jihad melawan hawa nafsu adalah sebab yang memberikan banyak manfaat saat berjihad melawan orang-orang
kafir. Karena seseorang yang belum berjihad melawan hawa nafsunya tidak akan
memberikan banyak pengaruh terhadap orang-orang kafir. Sedangkan yang
memberikan banyak pengaruh terhadap orang-orang kafir adalah yang sudah
berjihad melawan hawa nafsunya. Namun tetap tidak ada keraguan lagi bahwa Jihadul
akbaradalah Jihadul kuffar(jihad melawan orang-orang kafir) bukan
jihad melawan hawa nafsu.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan
bahwa hadits-hadits yang digunakan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Jihad
melawan hawa nafsu dan syaithan adalah Jihad akbar (jihad besar), adalah
lemah atau bahkan palsu. Disamping itu, seluruh hadit-hadits di atas,
bertentangan dengan ayat-ayat suci al-Qur’an dan hadits-hadits shahih,
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa; 95 yang artinya:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak
turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di
jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan jiwanya atas
orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Perbedaan derajat di atas berlaku ketika Jihad dalam
keadaan fardhu kifayah.Sedangkan ketika Jihad menjadi fardhu ‘ain, maka
orang-orang yang meninggalkan Jihad fi sabilillah dianggap sebagai
pelaku dosa besar.Demikian karena pelakunya diancam dengan adzab dari Allah
yang disebutkan dalam QS. At-Taubah: 39 yang artinya:
“Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya
Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantikannya (kamu) dengan
kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberikan kemadharatan kepada-Nya
sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, “Menceritakan kepada
kami Sa’id bin Manshur, menceritakan kepada kami Abdullah Al-Wasithi dari Suhail
bin Abu Shalih dari ayahnya, dari Abu Hurairah, katanya: kepada Nabi MuhammadShallallahu
‘alaihi wa sallam ditanyakan tentang amal apa yang menyamai Jihad fi
sabilillah, Rasulullah menjawab, ‘Kalian tidak akan sanggup’, lalu
pertanyaan itu diulang sampai tiga kali, semua pertanyaan itu dijawab oleh
Rasulullah dengan, ‘Kalian tidak akan sanggup melakukannya’Pada ketiga
kalinya Rasulullah bersabda, “Perbandingan seorang Mujahid fi sabilillah
adalah seperti seorang yang shaum (puasa) dan shalat dan membaca ayat-ayat
Allah. Orang yang yang shaum tadi terus menerus shaum, tidak pernah bebuka,
terus menerus berdiri shalat tanpa berhenti, sampai Mujahid tersebut kembali
dari Jihad fi sabilillah.”(Shahih Muslim, Kitabul Imarah; 3490)
Menurut keterangan dari para ulama di atas, bisa kita jelaskan
bahwa Jihadun nafsi(jihad melawan hawa nafsu) adalah satu tahapan dari
tahapan-tahapan jihad yang akhirnya mengantarkan kita untuk berjihad melawan
orang-orang yang memerangi umat muslimJihadul akbar. Dan bukanlah
tingkatan jihad tertinggi sebagaimana asumsi oleh orang “Salafi anti jihad”saat
ini, dan juga argumennya orang Sufi yang mereka sandarkan atas hadits-hadits Dhaif
atau bahkan Maudhu’.
Maka tidak ada lagi hujjah bagi kita untuk
meninggalkan jihad melawan orang-orang kafir dengan dalih bahwa jihad melawan
hawa nafsu kita lebih utama.Karena ayat-ayat dan hadits-hadits di atas
menerangkan bahwa Jihad fi sabilillah merupakan amal yang paling tinggi,
tidak ada amal lain yang menyamainya.Lalu bagaimana mungkin suatu amal yang
paling tinggi dalam Islam dianggap sebagi Jihad kecil?
Jika kita masih menganggap bahwa jihad melawan hawa
nafsu kita lebih utama dan tepat untuk direalisasikan pada masa sekarang,
kemudian kita meninggalkan jihad memerangi orang kafir yang memerangi umat
muslimin, maka kita terjatuh pada syubhatnya orang-orang “Salafi anti jihad”
saat ini yang salah dan keliru dalam memahami makna Jihadul akbardengan
artian jihad melawan hawa nafsu.Wallahu a’lam bis shawab
Daftar Referensi
1. Al-Jauziyyah, Ibnu
Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1980, cet. Ke14, Maktabah al-Mannar al-Islamiyah,
Kuwait
2. Al-Jazairi, Abu
Bakar Jabir, 2003, Minhajul Muslim, Daar al-Fikr, Beirut
3. Majalah An-Najah,
edisi 10, Juni 2006, hal. 21-23, Solo
4. Ramdhun, Abdul
Baqi, Al-Jihadu Sabiluna, 1990,
cet. Ke2, Muassasah ar-Risalah, Beirut
5. Tim jazera, 2011, Syubhat
Salafi, cet. Ke-1, Jazera, Solo
0 komentar:
Posting Komentar