I. Pendahuluan
Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan
setiap urusan manusia, karena tidaklah setiap perkara yang diperintah oleh
syariat pasti akan membawa kemaslahatan
(kebaikan) kepada manusia dan meninggalkanya pasti mewariskan mafsadat
(kerusakan dan kehancuran) , begitu pula dalam
larangan yang dilarang oleh syariat untuk mengerjakanya pasti ada
maslahat tatkala meninggalkanya dan beroleh mafsadat tatkala mengapilkasikanya[2] terlebih lagi dalam masalah keyakinan. Dalam
islam urusan ini sangat dibatasi dengan dalil-dalil qathi (kuat) kalau tidak
demikian keyakinan umat akan mudah terombang-ambing diterpa badai
fitnah yang merusak, meskipun secara kasat mata dianggap benar.
Secara naluri manusia di ciptakan untuk selalu
memiliki rasa kagum terhadap perkara di luar batas kemampuanya. Dan hal inilah yang kadangkala memicu rasa untuk bisa
melakukan apa yang bisa orang lain lakuakan, baik dengan cara belajar dan
mencoba sampai ia bisa melakukan apa yang orang lain bisa sementara dirinya
sebelum itu tidak bisa. Namun kadangkala rasa kagum dan ingin
bisa melakukan apa yang orang lain lakukan berada di luar batas nalar indera
manusia umumnya, seperti bisa meramalkan kejadian masa depan sesorang, bisa terbang,
bisa berjalan di atas air, atau yang kita sebut sakti mandara guna.
Fenomena
(khorikul ‘adah) termasuk dalam ranah keyakinan atau akidah, maka
kosekwensinya haruslah berlandaskan pada nash sarih dan qathi tidak boleh hanya
berlandaskan perkataan manusia, atau hanya sekedar melihat kemudian
menjustivikasi kebenaranya.
Bahkan
Ahlu Sunnah sepakat bahwa khariqul ‘adah atau
kemampuan yang terjadi
diluar akal manusia itu ada dan benar, yang Allah berikan kepada para Nabi dan
Rasul, dan juga para wali-wali Allah yang dikehendakinya, baik itu berupa karamah,
mukjizat, maunah, irhash atau yang lainya.[3]
Dalam Islam ada beberapa perkara yang termasuk
dalam ranah khariqul ‘adah, dan tentunya berlandaskan pada nash yang sarih
diantarannya, adanya mukjizat, karamah, sihir, dan kahanah
(perdukunan) inilah perkara yang termasuk dalam khorikul ‘adah yang
secara nash menyebutkanya dan wajib kita
imani, dan tidak terlepas dari
prakteknya, ada yang harus di jauhi dan ada pula yang hanya
di Imani sebagai ladang subur keimanan bahkan ada pula yang kita
dianjurkanya untuk memintanya.
II. Pengertian
khawariqul ‘adah
Suatu hal yang terjadi karena sunnatullah, yang
terjadi pada diri para Nabi, Rasul, dan para wali Allah Subhanahu Wata’ala,
yang lebih dikenal dengan kalimat, Burhan atau bayyinat, yaitu
adalah suatu hal yang terjadi karena kehendak Allah subhanhu Wata’ala yang berlandaskan Alqur’an dan as-Sunnah. atau yang terjadi kepada seorang penyihir bahkan seorang
dukun. Akibat mereka bekerja sama dengan syaitan[4]
III. Pembagian
khawariqul ‘adah
Ibnu Qayyim membagi hal ini menjadi tiga bagian,
diantaranya;
1. Khawariqul
‘adah yang terjadi hanya pada diri seorang Nabi (Mukjizat)
2. Khawariqul
‘adah yang terjadi pada orang-orang yang mengikuti jalan Nabi (karamah,
irhash, Maunah)
3. Khawariqul
‘adah yang terjadi terhadap orang yang bermaksiat dan orang-orang munafiq. [5]
IV. Macam-macam
perbuatan diluar akal manusia.
Adapun
perbuatan-perbuatan yang secara nalar diluar akal manusia adalah sebagai
berikut;
1.
Mukjizat
Mu'jizat ( معجزة, Atau Mu'jizah) adalah perkara di luar kebiasaan yang
diberikan oleh Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk membuktikan kebenaran kenabian dan keabsahan risalahnya.[6]
Sebenarnya istilah mukjizat tidak ditemui baik
dalam Al Quran maupun hadits-hadits rasul, kata ini adalah ungkapan yang
dipakai oleh para ulama pada akhir abad kedua dan awal abad ketiga setelah maraknya
pembukuan berbagai disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu akidah, dalam Alquran
sendiri untuk menyebut kata lain sebelum mukjizat adalah ayat, bayyinah,
burhan, atau sulthan. Sebagiamana yang tercantum pada ayat-ayat
berikut ini:
وَأَقْسَمُوا
بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا
قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا
جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan,
bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat, pastilah mereka
beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya
berada disisi Allah." Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa
apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman” {Al An’am: 109}
Allah berfirman;
قَدْ جَاءَتْكُمْ بيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ
لَكُمْ آيَةً
فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ
وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فيَأْخُذَكُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu.
Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan dibumi
Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang
karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih." {Al A’raf: 73}
فَذَانِكَ
برْهَانَانِ مِنْ رَبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ إِنهُمْ كَانُوا قوْمًا
فَاسِقِينَ
“Maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang
akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang fasik." {Al Qashas: 32}
تُرِيدُونَ أَنْ
تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
“Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami
dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada
kami, bukti yang nyata." {ibrahim: 10}
Adapun secara terminologi mukjizat adalah perkara atau kejadian luar biasa yang disertai
dengan penentangan dan selamat dari perlawanan yang Allah tunjukan melalui
tangan para Rasul[7]
Dari definisi diatas bisa di simpulkan bahwa mukjizat adalah
perkara luar bisa yang terjadi di luar sunnatullah sehingga tidak ada sangkut
pautnya dengan sabab-musabab, dan tidak mungkin bisa dilakuakan oleh sembarangan manusia
baik dengan cara latihan ataupun uji coba karena itu semua datangnya mutlak
dari Allah Subhanahu Wata’ala yang Allah turunkan kepada para nabi dan
Rasul-Nya. Adapun mukjizat sendiri mempunyai syarat-syarat diantaranya;
a)
Mukjizat haruslah perkara yang luar biasa.
Maksudnya adalah mukjizat haruslah perkara yang luar biasa, baik
berupa perkataan, seperti tasbihnya batu kerikil, ratapan batang kurma, dan
Alquranul karim, atau berupa perbuatan seperti memancarnya air dari sela-sela
jari Rasulullah. maupun berupa pembiaran, seperti tidak membakarnya api kepada
Nabi Ibrahim.
b)
Perkara luar biasa tesebut berasal dari Allah sebagai penunaian
janji-Nya
Hal ini sebagimana yang Allah firmankan;
ولَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن
قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ
وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا
بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ
هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan sesungguhnya
telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang
Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami
ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat,
melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah,
diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang
berpegang kepada yang batil. {Al-ghafir: 78}
c)
Selamat dari perlawanan.
Hal ini terjadi apabila musuh melakukan pelawanan yang serupa, maka
mukjizat rasul ini sebagai hujjah dan pembatal dari perlawanan musuhnya.
d)
Mukjizat yang terjadi sesuai apa dengan pengakuan orang yang
mengklaimnya, dan tidak bertentangan denganya.
e)
Mukjizat ada sebagai tantangan.
Inilah syarat pokok terjadinya sebuah mukjizat, sebagai tantangan
bagi yang menentang dakwah para rasul-Nya.[8]
2.
Karamah.
Karamah dalam terminologi ulama ilmu tauhid adalah perkara atau suatu kejadian yang luar biasa yang terjadi diluar
nalar dan kemampuan manusia awam yang terjadi pada diri seorang wali Allah[9]
Abu Muin An-Nisfi
pernah berkata tentang definisi karamah yaitu “Munculnya kejadian-kejadian
diluar kebiasaan manusia
tanpa adanya latihan, persiapan sebelumnya serta tidak ada sangkut pautnya
dengan kenabian.[10]
Dari sekilas
definisi di atas bahwa karamah adalah kejadian luar biasa yang di alami seorang
hamba tanpa adanya kesengajaan sebelumnya dan bukan sebagai tanda dari
kenabian, hal ini biasanya dialami oleh para wali (orang-orang shalih) sebagai
ta’yyid (dukungan), I’anah (pertolongan), tasbit (peneguhan), atau pertolongan
atas agamanya.[11] Adapun wali-wali Allah adalah orang-orang mukmin yang bertaqwa.
Dan setiap mukmin yang bertaqwa adalah mereka yang termasuk para wali Allah
sesuai kadar keimanan dan ketaqwaan yang mereka miliki, yang kemudian dengan
keimanan dan ketaqwaannya.
Allah memberi mereka suatu hal yang luar biasa
yang secara akal manusia tidak akan bisa dilakukan kecuali dengan
pertolongan-Nya. Dan ini disebut karamah.[12]
Apabila
kejadian luar biasa ini terjadi bukan oleh para wali melainkan pada orang
berdosa, dan sesat. maka itu bukan
termasuk karamah melainkan istidraj (penghinaan) Allah kepadanya agar
semakin dalam ia terjerumus ke kubangan kemaksiatanya atau kesesatanya. Seperti
kisah Musailamah Al Kadzdzab yang mampu menyembuhkan penyakit orang buta dengan
usapan tanganya maka ini bukan bentuk karamah.
Contoh karamah
yang dialami para wali adalah kisah Maryam binti Imran yang telah Allah
abadikan dalam Al Qur’an.“Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam
dimihrab, ia dapati makanan disisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari
mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu
dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab.” {Ali Imran: 37}
Dalam ayat yang
lain Allah ta’ala menyebutkan tentang karamah walinya “Berkatalah seorang yang
mempunyai ilmu dari AI Kitab ;
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا
آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ
مُسْتَقِرًّا من قَالَ هَٰذَا فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن
كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيّ كرِيمٌ
"Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang
bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia." {An
Naml: 40}
Kisah Shilah
bin Asyim yang Allah hidupkan kembali kudanya setelah mati, sehingga dengan
kudanya ini ia mampu kembali ke pada keluarganya, ketika ia sampai dirumah
Shilah berkata kepada anaknya “Pasangkan diatasnya pelana sungguh ia tidak memakainya” maka tatkala sang anak mengenkan
pelana kuda, tesungkurlah sang kuda (mati). Inilah yang dinamakan karamah yang
diberikan Allah kepada Shilah bin Asyim karena bentuk ketaatanya kepada Allah
sehingga kuda yang tadinya sudah tiada kembali hidup dengan izin Allah.
·
Pebedaan antara mukjizat dan karamah
1.
Mukjizat sangat berkaitan erat dengan kenabian dan tantangan kepada
musuh-musuhnya, sedangkan kramah tidak demikian[13]
2.
Terjadinya mukjizat itu dengan sepengetahuan Nabi, adapun karamah
bukan kehendak wali dan tanpa
sepengatahuanya.
3.
Mukjizat sengaja ingin di munculkan oleh seorang Nabi dengan izin
Allah sebagai tantangan,
sedangkan karamah sang wali berusaha menyembunyiknya serta khawatir bila itu adalah istidraj, dan
sangat takut bilamana karamah yang ia
dapatkan sebagai tipu daya yang menyebabknya ia terkenal.
4.
Kemunculan karamah sangat berkaitan erat dengan amal shalih,
keyakinan yang benar, kesungguhan dalam ibadah, serta dampak dari menjauhi
kejelekan[14]. Adapun mukjizat adalah anugerah dari Allah sebagai bentuk
pertolongan akan kebenaran risalah yang
di bawa para rasul.
·
Adapun persamaanya
1.
Baik mukjizat dan karamah keduanya tidak bisa di pelajari secara
alamiyah atau di wariskan kepada anak keturunan, semuanya adalah murni anugerah
dari Allah namun berbeda subtansi dan tujuanya.
2.
Kemunculanya mutlak atas izin dari Allah serta bentuk dan wujudnya
pun Allah yang menentukan baik dengan diutusnya malaikat[15], atau dengan cara lainya yang banyak di sebutkan dalam nash yang
sarih.
3.
Maunah
Maunah
adalah pertolongan yang diberikan oleh Allah kepada orang mukmin untuk
mengatasi kesulitan yang menurut akal sehat hal itu melebihi kemampuannya.
Maunah terjadi kepada orang biasa berkat pertolongan Allah. Misalnya, orang
yang terjebak dalam kobaran api yang sangat dahsyat kemudian berkat maunah atau
pertolongan Allah ia selamat dari kobaran api tersebut.[16]
4.
Irhash
irhash adalah
kejadian luar biasa atau hal-hal yang istimewa pada diri calon Nabi atau Rasul
ketika masih kecil atau ketika mereka belum menjadi Nabi ataupun Rasul
contohnya; Nabi Muhammad selalu dinaungi oleh awan sehingga beliau tidak
kepanasan saat beliau melakukan perjalanan ke negeri Syam untuk berdagang. Atau
peristiwa yang terjadi pada diri Nabi Isa ketika beliau masih bayi dalam buaian
ibunya, Maryam. Pada saat masih bayi, Nabi Isa dapat berbicara kepada
orang-orang yang melecehkan ibunya.[17]
Pembicaraan Nabi Isa ketika beliau masih bayi diabadikan oleh Allah
dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 22-23.
فَحَمَلَتْهُ فَانتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّ
فأجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَىٰ جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ
قَبْلَ هَٰذَا وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا
“Maka dia (Maryam)
menunjuk kepada anaknya mereka berkata” Bagaimana kami akan berbicara dengan
anak kecil yang masih dalam ayunan? “Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba
Allah, Dia memberiku kitab injil dan menjadikan aku seorang yang diberkahi dimana
sja aku berada dan Dia memerintahkan kepadaku melaksanakan shalat dan
menunaikan zakat selama hidup dan
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi
celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku,
pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.
Dalil inilah yang menunjukan bahwasanya irhash itu terdapat pada
diri calon seorang Nabi. Kalau kemampuan di luar nalar manusia yang di bawa
para nabi adalah mukjizat, dan apabila yang membawanya adalah orang-orang
shalih di sebut karamah, yang tentunya semua ini datang dari Allah dan atas
kehendaknya sebagai pertolongan dan bukti kebenaran para wali-wali Allah dalam
mengemban kebenaran, namun disana ternyata ada kemampuan di luar kebiasaan
manusia sehingga orang tersebut bisa terbang di udara, berjalan di atas air,
meramalkan masa depan, melihat yang hal-hal yang ghaib, atau kemampuan luar biasa lainya, yang hadirnya dengan cara
menentang sayariat; seperti pesugihan, bertapa sekian hari ditempat-tempat
keramat lainya, atau berkorban kepada selian Allah dengan cara-cara yang batil.
Tujuanya adalah ingin mendapatkan kemampuan di luar kebiasaan manusia pada
umumnya dan mendapatkan sanjungan dan pujian dihadapan manusia. Adapun
perkara-perkara tersebut adalah sebagai berikut;
1.
Sihir
Sihir adalah
sebuah ikatan atau ucapan-ucapan yang bisa mempengaruhi hati dan anggota badan,
dan bisa menyebabkan seseorang sakit, terbunuh, atau bercerainya seorang dengan
suami atau isterinya.[18]
Imam Nawawi
mengatakan bahwa orang yang belajar sihir ataupun mengajarkanya, hukumnya
haram, karena termasuk kedalam dosa-dosa besar. Nabi juga telah mengingatkan
kepada kita untuk menjauhi tujuh hal yang dilarang oleh agama, diantaranya adalah
berbuat kekufuran, seperti sihir, ia termasuk kedalam ranah kekufuran yang
menyebabkan seorang hamba terjerumus kedalam dosa-dosa besar. Karena telah
mempercayai hal tersebut baik perkataan maupun perbuatan.[19]
Para ulama
sepakat bahwa hukum mempelajari ilmu sihir adalah haram, dan bisa kafir bila
meyakini kebolehanya[20], adapun untuk sangsi yang diterima oleh seorang penyihir adalah
apabila dengan sihirnya mengantarkanya kepada kekufuran maka hukumanya adalah
di bunuh dan inilah pendapat yang sesuai
dengan apa yang tertulis dalam Al Quran belandaskan pada keumuman nash yang
menyatakan kemurtadan seorang penyihir (Al Baqarah: 103), dan apa yang telah di
sebutkan dalam hadits yang mauquf bahwa Nabi pernah bersabda;
حدّ
الساحر ضربة بالسيف
“Hukuman bagi seorang penyihir adalah di penggal” (HR. At
Tirmidzi) Meskipun ada sebagian ahlu ilmi yang berpendapat bahwa di
bunuhnya seorang penyihir karena ulah sihirnya, inilah pendapat yang di pegang
oleh imam Malik dan seluruh ulama Hanafi.
Namun apabila sihir nya tidak meyebabkan ia murtad akan tetapi ia meyakini kebolehan
sihir maka ia tetap dibunuh karena membolehkan sesuatu yang telah di haramkan
oleh syariat dan ia tetap dihukumi murtad, begitu pula ketika sihirnya
menjadikan ia murtad atau pun tidak, akan tetapi dengan sihirnya ini telah membunuh
seseorang, maka menurut madzhab Maliki, Syafi’i dan Ahmad ia tetap harus di
hukum bunuh sebagai bentuk qishas. Adapun menurut Hanafi ia tidak di hukum
bunuh sampai ia mengulanginya lagi, atau ia mengakui hak seorang yang sudah
jelas miliknya, maka ia di bunuh sebagai hukuman atas kekafiranya atau tetap di
hukum bunuh sebagai qishas, Imam Syafi’i menambahkan jika si penyihir itu
berkata “saya tidak sengaja membunuh si fulan maka si penyihir harus membayar
diyat atas apa yang telah ia lakukan terhadap orang tersebut”[21]
2.
Perdukunan
Istilah ini
lebih sentral di telinga masyarakat indonesia dari pada sebutan penyihir
sebagiamana di atas.
Yaitu suatu
cara untuk bisa mengetahui apa yang terjadi dimasa depan, sehingga di sebut
dukun adalah mereka yang mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, padahal dalam
islam tiada yang lebih mengetahui perkara ghaib kecuali Allah ta’ala. Imam Ibnu
Hajar Al Haitsami menambahkan bahwa yang disebut dukun adalah “orang yang mampu
mengabarkan sebagian perkara ghaib, meskipun ada benarnya namun paling banyak
salahnya, dan ia mengaku mendapatkan berita tersebut adalah jin”[22]
Tentunya
kemauan jin untuk memberitahukan sebagian perkara ghaib kepada sang dukun
bukanlah hal yang gratis, ada timbal balik antara keduanya. Keuntungan yang di
peroleh manusia dari jin adalah ia mau memenuhi segala hasrat kebutuhanya, dan
melaksankan semua perintahnya serta memberitakan perkara ghaib kepadanya,
adapun keuntungan yang diperoleh jin dari manusia hanyalah agar manusia itu mau
memuliakan, dan meminta pertolongan kepadanya serta hanya memohon bantunan
disertai rasa tunduk kepadanya[23]
Para ulama
sepakat bahwa ilmu perdukunan adalah sebuah dosa besar yang bisa menyebabkan
seseorang terjerumus dalam kufur akbar yang artinya telah keluar dari islam.
Bahkan bagi orang yang sengaja mendatangi dukun untuk meminta pertolongan
kepadanya sungguh ia telah melakukan dosa yang teramat besar, dan apabila
seorang dukun mempercayai dan meyakini dengan berita yang telah dibawa oleh
syaitan maka dia bisa terjerumus kedalam kekafiran, karena dia telah menjadi
wali bagi syaitan,[24] dan dalam hadits lain Rasulullah juga telah memberikan rambu-rambu
kepada para dukun. Rasulullah pernah memberikan ancaman kepada orang seperti
ini, beliau bersabda;
من
أتى عرّافا فسأله عن شيء لم يقبل له صلاة اربعين ليلة
“Barangsiapa yang mendatangi dukun kemudian menayakan
kepadanya sesuatu (perkara gaib), maka shalatnya tidak akan di terima selama 40
malam” (HR. Muslim dan Ahmad).
من
أتى عرافا أو كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد
“Barangsipa yang mendatangi dukun kemudian membenarkan apa
yang ia katakan tentang perkara ghaib, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang
telah di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW” (HR. Baihaqi) [25]
Inilah sekilas perbedaan antara (mukjizat, karamah dengan sihir dan
perdukunan) meskipun keempatnya bisa menampilkan perkara diluar batas nalar
manusia, namun ada perbedaan, Imam Ibnu taimiyah pernah mengatakan “perkara
khorikul ‘adah bukanlah termasuk karamah. karena karamah, Allah berikan kepada
para walinya, adapun khariqul adah itu terjadi karena sihir, perdukunan, serta
bantuan syaitan atau yang semacamnya, bukan sebagai burhan (bukti) yang di
berikan Allah kepada para wali-NYA.”[26]
3.
Sulap
Sulap secara bahasa adalah
kecepatan gerakan tangan atau yang biasa disebut dengan istilah al-Syu’uudzah atau
al-sya’bazdah adalah kejadian yang terjadi diluar kebiasaan (al-khawariq
li al’aadah). Yaitu
gerakan tangan yang cepat atau suatu hal
yang menyerupai sihir.[27]
Al laits berkata; kecepatan tangan, seperti
sihir sehingga perkara itu terlihat bukan seperti dalam keadaan pandangan matanya.[28]
Adapun hukum sulap sebagai berikut;
Pertama, sulap yang murni
sebatas permainan, ketangkasan, keterampilan dan kecepatan tangan yang bisa
dijelaskan secara ilmiah, maka hukumnya boleh, karena termasuk ke dalam
kategori sain. Berkaitan dengan sain hukum asalnya adalah
boleh, selama tidak ada unsur-unsur yang diharamkan. Rasulullah bersabda “Antum
a’lamu biumuuri dunyaakum” (Kalian lebih mengetahui urusan dunia
kalian). Ibnu Hayyan menyebutkan melakukan sulap seperti ini untuk tujuan
menghibur dan menunjukan kecepatan tangan, hukumnya makruh.
Kedua, sulap yang ada unsur ilusi dan memperdaya
orang lain. Ibnu Hayyan dalamTafsir al-bahr al-muhit[29] mengkategorikannya
sebagai bagian dari sihir, termasuk perbuatan yang diharamkan. Karena ada unsur
menipu dan memperdaya orang lain.
Allah berfirman:
“Terbayang kepada Musa seakan-akan ia
(tali-tali dan tongkat-tongkat mereka) merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (Thaha: 66)
“Musa menjawab: ‘Lemparkanlah (lebih dahulu)!’
Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan
orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar
(menakjubkan).” (Al-A’raf: 116)
Hal-hal yang dilakukan para tukang sulap dalam
sihir jenis ini adalah sesuatu yang tidak sebenarnya. Bahkan hanya penipuan
khayalan yang dilakukan penyulap untuk mengundang perhatian mata orang kepada
apa yang dilakukannya dengan kecepatan tangannya. Allah menyebut yang demikian
dengan istilah sihir. “… Serta mereka mendatangkan
sihir yang besar (menakjubkan).”
Ketiga, Sulap yang lahir karena bantuan jin dengan
membaca mantra-mantra dan menjalani ritual yang bententangan dengan syariat.
Sulap seperti inilah yang disebut dengan sihir yang sebenarnya. Biasanya pelaku
sulap bisa melakukan adegan-adegan yang diluar jangkauan kemampuan manusia
biasa. Seperti memakan benda-benda tajam, kekebalan, terbang, berjalan di atas
air, Hukumnya haram bahkan termasuk syirik yang mengakibatkan kekufuran, karena
Allah telah melarang manusia meminta bantuan kepada jin dalam firman-Nya:
“Dan bahawasannya ada beberapa orang lelaki di
antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa lelaki di antara jin, maka
jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan… (QS. Al-Jin : 6)
Jumhur ulama telah menyatakan bahwa
mempelajari,mengajarkan dan mengamalkannya diharamkan. Karena Al-Qur’an
menuturkan sihir seperti ini dalam redaksi celaan dan mengkatagorikannya
sebagai kekufuran (QS. Al-Baqarah: 101-103). Terhadap sihir seperti ini Ibnu
Hayyan menjelaskan “tidak halal mempelajari dan mengamalkannya”[30].
Rasulullah Bersabda:
اجتنبوا سبع مو بقات قالوا يا رسول الله وما
هنّ؟ قالوا الشرك بالله و السحر و قتل النفس التي حرم الله إلاّ باالحقّ , وأكل
الرّبا, وأكل مال اليتيم , وتولّ يوم الزحف, وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات.
(رواه البحاري ومسلم)
Jauhilah tujuh perkara yang memebinasakan. Para Sahabat berkata: Apa
saja tujuh perkara itu, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab: Menyekutukan Allah,
Sihir, Membunuh jiwa yang diharamkan Allah, Memakan Riba, Memakan harta anak
yatim, lari dari medan perang, dan menuding berzina kepada wanita yang menjaga
diri (HR.Bukhari-Muslim)
V.
Kesimpulan
Khawariqul
‘adah adalah perkara yang datangnya dari Allah Subhanahu Wata’ala, yang Allah karuniakan kepada para hambanya yang senantiasa berada
dijalan-Nya dan senantiasa berpegang teguh terhadap Sunnah Rasul-Nya, Namun
disana ada sebuah fenomena kejadian yang luar biasa yang datangnya dari
Syaitan, sebagai bentuk jauhnya hamba tersebut dari Allah Subhanahu Wata’ala. Dan kita wajib mengimani perkara-perkara tersebut, yang mana
datangnya dari Allah subhanhu Wata’ala, sebagai bentuk ibadah kita kepada-Nya. Yang mana Allah
berikan kepada tiga golongan;
1.
Khawariqul ‘adah yang terjadi hanya pada diri seorang
Nabi (Mukjizat) yang itu merupakan suatu hal yang masyru’ yang terdapat
pada al-Qur’an dan sunnah
2. Khawariqul
‘adah yang terjadi pada wali-wali
Allah
yang mengikuti jalan Nabi (karamah, irhash, Maunah)
3.
Khawariqul
‘adah yang terjadi terhadap orang yang bermaksiat dan orang-orang munafiq. Dan mengikuti jalan-jalan syaitan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
DR. Abdul Aziz bin Abdurahman bin Ali bin
Rabiah, Ilmu Maqashid Asy Syarie, (Riyadh: Al Maktabah Al Malik Fahad Al
Wathainyah, 2002).
2.
Zuhar bin
Muhammad bin Sa’id As-Shuriy, kharikul Adah ‘Inda Maturidiyah,
3.
Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu Syaikh. Kitab Al-Farqu
Bainal Auliya'irrahman Wal Auliya'issyaithan Li Ibnu Taimiyah. (Kairo: Maktabah Dar Hujjah, 1433 H)
4.
Shalih bin Fauzan bin abdullah al-Fauzan , Al Irsyad ila Shahih al I’tiqad, (Riyadh. Vol ;1)
5.
Prof. Dr. Ali
Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Para Rasul, (Jakarta timur: ummul
Qura, 2015),
6. Muhammad
bin Shalih Al-Utsamin, Syarah Akidah Wasitiyah, (Riyadh: Dar
surya Linasri, 2003),
7.
Dr.
ibraim bin Muhammad bin Abdullah al-Buraikuni, Madkhol liddirasat al-Islamiyyah ‘ala madzhab Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Damam
: )
8.
Sayekh
Hafidz bin Ahmad Al-Hakami, Mukhtsar ma’rijul Qobul bi Sayrhi Sulami Al
Wushul Ila Ilmi Ushul, (Riyadh: Maktabah Al Kautsar, 1418 H).
9.
DR. Umar Sulaiman Al-Asyqar Alim As Sihr wa Asy Syu’udzah, (Al
Ardan: Dar An Nafais, 1997).
10. Imam Ali bin Abi Al-Izz Al-Hanafi, Al Manhiyah Al Ilahiyah fi
Tahdzib Syarh At Thawiyah, (Bairut: Dar Shabah, 1995).
11. Abdullah
Ibnu baz, syarkh kitabut tauhid. Riyadh : Maktabah Ar-Rusdhu,
1995H)
12. Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu
Syaikh, Sayrah Kitab Al-Furqon Baina Auliya Ar-Rahman Wa Auliya As-syaithan
Li Ibnu Taimiyah, (Kairo: Maktabah Dar Hujjah,
13.
Muhammad
bin abdur razzaq al-Husaini, Tajul ‘Urus Min Jawahiril Qamus. Dar
hidayah.
14.
www. Muhammad Taqiyuddin al-Alawy.blogspot.
[2]
DR. Abdul Aziz bin Abdurahman
bin Ali bin Rabiah, Ilmu Maqashid Asy Syarie, (Riyadh: Al Maktabah Al
Malik Fahad Al Wathainyah, 2002). Hlm 99
[3] Zuhar
bin Muhammad bin Sa’id As-Shuriy, kharikul Adah ‘Inda Maturidiyah, hlm.
4
[5] Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu
Syaikh.
Kitab Al-Farqu Bainal Auliya'irrahman Wa Auliya'issyaithan Li Ibnu
Taimiyah. (Kairo: Maktabah Dar
Hujjah, 1433 H) hlm. 141
[6] Shalih bin Fauzan bin
abdullah al-Fauzan ,Al Irsyad ila Shahih al I’tiqad, (Riyadh: ) juz 1 hal.205.
[7]. Prof. Dr. Ali Muhammad ash-Shallabi,
Iman Kepada Para Rasul, (Jakarta timur: Ummul Qura, 2015), hlm. 443
[8]. Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi,
Iman Kepada Para Rasul, (Jakarta timur: Ummul Qura, 2015), hlm. 443
[9] Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu
Syaikh.
Kitab Al-Farqu Bainal Auliya'irrahman Wal Auliya'issyaithan Li Ibnu
Taimiyah. (Kairo: Maktabah Dar
Hujjah, 1433 H) hlm.65
[11]. Muhammad
bin Shalih Al-Utsamin, Syarh Akidah Wasitiyah, (Riyadh: Dar surya
Linasri, 2003), hlm.626
[12] Shalih bin Fauzan bin
abdullah al-Fauzan ,Al Irsyad ila Shahih al I’tiqad, juz 1 hal.195 riyadh
[14]. Zuhar
bin Muhammad bin Sa’id As-Shuriy, Kharikul Adah ‘Inda Maturidiyah, hlm
23
[15]
Seperti dalam perang badar berupa turunya
para malaikat untuk ikut serta memerangi orang-orang quraisy, di sebutkan
jumlah mereka ada 1000 malaikat, lihat Al Anfal:9 dan Ali Imran
[18] Dr. ibraim bin Muhammad bin Abdullah
al-Buraikuni, Madkhol liddirasat
al-Islamiyyah ‘ala madzhab Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Damam ). Hlm 169.
[19] Abdurrahman bin Hasan bin
Muhammad bin Abdul Wahhab, Fathul Majid Lisyarkhi Kitabit tauhid (Darul
Fawaid : 1285) Hlm 1050.
[20] Dr. ibraim bin Muhammad bin Abdullah al-Buraikuni, Madkhol liddirasat al-Islamiyyah ‘ala madzhab Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Damam
). Hlm 169.
[21] Syeikh Hafidz bin Ahmad Al-Hakami, Mukhtsar
ma’rijul Qobul bi Sayrhi Sulami Al Wushul Ila Ilmi Ushul, (Riyadh: Maktabah
Al Kautsar, 1418 H). Hlm 147
[22]
DR. Umar Sulaiman Al-Asyqar Alim As Sihr wa Asy Syu’udzah, (Al
Ardan: Dar An Nafais, 1997). Hlm 269
[23] Imam Ali bin
Abi Al-Izz Al-Hanafi, Al Manhiyah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh At Thawiyah,
(Bairut: Dar Shabah, 1995). Hlm73
[24] Syeikh Hafidz bin Ahmad Al-Hakami, Mukhtsar ma’rijul
Qobul bi Sayrhi Sulami Al Wushul Ila Ilmi Ushul, (Riyadh: Maktabah Al
Kautsar, 1418 H)hlm 151
[26]. Salih
bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu Syaikh, Sayrah Kitab Al-Furqon Baina Auliya
Ar-Rahman Wa Auliya As-syaithan Li Ibnu Taimiyah, (Kairo: Maktabah Dar
Hujjah, 1433 H), hlm. 64
[27] Muhammad bin abdur razzaq al-Husaini, Tajul ‘Urus Min Jawahiril
Qamus. (Dar hidayah) 9. hlm 426
(versi syamilah)
[28] Muhammad bin abdur razzaq al-Husaini, Tajul ‘Urus Min Jawahiril
Qamus. Dar hidayah 9. hlm 426 (versi syamilah)
[29] Ibnu hayyan, Tafsir bahrul muhit (vol : 5 ).hlm 397 (versi syamilah)
[30] Muhammad bin abdur razzaq
al-Husaini, Tajul ‘Urus Min Jawahiril Qamus.(Dar hidayah) vol: 9. hlm
426 (versi syamilah), (lihat Tafsir Rawa’I al-Bayan
Juz I,hal: 83-84)
0 komentar:
Posting Komentar