PROLOG
by: et_Tamiyyi
Di
puncak Gunung Hira, sejauh dua farsakh sebelah utara
Mekah, terletak sebuah gua yang baik buat tempat menyendiri dan ‘tahannuts’.
Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun ia pergi ke sana dan berdiam di tempat itu, cukup
hanya dengan bekal sedikit yang dibawanya. Ia tekun dalam renungan dan ibadat,
jauh dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran,
dan hanya kebenaran.
Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran. Di situ ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan segala prasangka yang pernah dikejar-kejar orang.
Ia tidak berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat dalam kisah-kisah lama atau dalam tulisan-tulisan para pendeta, melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan langit dan bintang-bintang, dalam bulan dan matahari, dalam padang pasir di kala panas membakar di bawah sinar matahari yang berkilauan. Atau di kala langit yang jernih dan indah, bermandikan cahaya bulan dan bintang yang sedap dan lembut, atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala yang ada di balik itu, yang ada hubungannya dengan wujud ini, serta diliputi seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia mencari Hakekat Tertinggi. Dalam usaha mencapai itu, pada saat-saat ia menyendiri demikian jiwanya membubung tinggi akan mencapai hubungan dengan alam semesta ini, menembusi tabir yang menyimpan semua rahasia. Ia tidak memerlukan permenungan yang panjang guna mengetahui bahwa apa yang oleh masyarakatnya dipraktekkan dalam soal-soal hidup dan apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, tidak membawa kebenaran samasekali. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya. Hubal, Lat dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Mekkah. [1]
Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran. Di situ ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan segala prasangka yang pernah dikejar-kejar orang.
Ia tidak berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat dalam kisah-kisah lama atau dalam tulisan-tulisan para pendeta, melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan langit dan bintang-bintang, dalam bulan dan matahari, dalam padang pasir di kala panas membakar di bawah sinar matahari yang berkilauan. Atau di kala langit yang jernih dan indah, bermandikan cahaya bulan dan bintang yang sedap dan lembut, atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala yang ada di balik itu, yang ada hubungannya dengan wujud ini, serta diliputi seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia mencari Hakekat Tertinggi. Dalam usaha mencapai itu, pada saat-saat ia menyendiri demikian jiwanya membubung tinggi akan mencapai hubungan dengan alam semesta ini, menembusi tabir yang menyimpan semua rahasia. Ia tidak memerlukan permenungan yang panjang guna mengetahui bahwa apa yang oleh masyarakatnya dipraktekkan dalam soal-soal hidup dan apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, tidak membawa kebenaran samasekali. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya. Hubal, Lat dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Mekkah. [1]
Hingga pada akhirnya Allah
menakdirkan suatu hal yang menjadi titik tolak perubahan dalam hidup beliau.
Sebelum beliau menerima wahyu beliau sudah merasakan tanda- tanda akan
datangnya wahyu dan akan diangkatnya beliau menjadi seorang Nabi. Dalam
mimpinya beliau melihat cahaya shubuh, dan ini terjadi selama 6 bulan. Kemudian
tepatnya pada tanggal 17 Rhamadan/ 6 Agustus 610 M wahyu yang pertama kali
turun pada beliau, saat itu usia beliau 40 tahun 6 bulan 8 hari. Untuk cerita
lebih jelasnya lagi mari kita dengarkan lansung dari istri beliau tercinta
Aisyah yang di sebutkan dalam hadits
Shahih Bukhari: “Rasululullah bermimpi sebelum beliau mendapat wahyu dari
Allah, beliau melihat cahaya shubuh dalam mimipi beliau, setelah beliau
mendapat mimpi seperti itu beliau menjadi lebih senang menyendiri, dan beliau
memilih gua hira sebagai tempat favorit bagi beliau, beliau menghabiskan
waktunya untuk beribadah kepada Allah, apabila bekal yang beliau bawa telah habis
maka beliau pulang menemui Khadijah dan mengambil bekal dan melakukan khalwat
lagi. Hingga datang wahyu, pada waktu itu beliau di datangi oleh malaikat Jibril dan berkata kepada Nabi Muhammad “ Bacalah
!” Nabi mejawab dengan ketakutan “ Aku tidak bisa membaca” beliau
berkata : “Kemudian malaikat Jibril merangkulku dan tetap menyuruh untuk
membaca, hal ini terulang sampai tiga kali sampai tubuhku menggigil, kemudian
malaikat Jibril mengatakan “Bacalah
dengan nama Rabbmu yang menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal darah,
bacalah dengan nama Rabbmu yang Maha Mulia’’. Setelah itu Rasulullah pulang
dalam keadaan menggigil ketakutan dan beliau menemui Khadijah binti Khuwailid
dan berkata : “Selimutilah aku, selimutilah aku” maka khadijah
menyelimuti Nabi Muhammad sampai beliau keringatan. Beliau berkata kepada
Khadijah “ Aku takut kepada diriku sendiri” Kemudian khadijah berkata “Demi
Allah! Allah tidak akan pernah menelantarkanmu selamanya, engkau adalah orang
yang menyambung tali kekerabatan, menjaga amanah, suka menolong orang yang
lemah,” kemudian pergilah Khadijah menemuai Waraqah bin Naufal bin Assad
bin Abdul ‘Uzza anak paman Khadijah. Beliau adalah orang yang terhormat di
zaman Jahiliyah beliau menulis Injil dengan bahasa ibrani, beliau adalah
seorang tua yang telah buta kedua matanya. Maka khadijah berkata kepadanya “Wahai
anak pamanku dengarkanlah apa yang akan di ceritakan anak pamanmu ini
(Muhammad)’’. Maka Waraqah berkata kepada Muhammad “Wahai anak pamanku
apa yang kamu lihat?” kemudian Rosulullah mengabarkan apa yang di lihatnya
barusan. Kemudia Waraqah berkata “ Itu adalah Namus (Jibril) yang Allah
turunkan kepada Musa. “Aduhai seandainya aku masih hidup, ketika nanti
kaummau mengusirmu”. Mendengar itu Rasulullah berkata “Apakah nanti
kaumku akan mengusirku?” “ Ya,tidak ada seorangpun yang mengalami
kejadian seperti yang engau alami kecuali dia akan diusir dari kampung
halamannya. Apabila aku mendapati hari maka akau akan menolong dan membelamu”.
Namun tidak berselang lama setelah itu Waraqah bin Naufal wafat.[2]
Setelah kejadian di atas maka di
mulailah babak baru kehidupan Rosulullah. Beliau memang manusia biasa
sebagaimana yang lainnya. Namun lebih dari itu beliau kini telah menyandang
predikat sebagai seorang nabi yang mempunyai tugas untuk membawa ummatnya dari
zaman kebobrokan moral menuju zaman yang penuh dengan moralitas. Begitu juga
dari penyembahan kepada berhala-berhala yang tidak berdaya menuju penyembahan
kepada Rabbul ‘alamin, sang penguasa jagad raya ini.
Tentunya dalam mengemaban beban “Super
Berat” ini beliau tidak mungkin memikulnya sendirian, beliau butuh pengikut
yang bisa di ajak ikut berperan aktif dalam misi besar yang akan beliau emban .
Walaupun beliau seorang Nabi. Maka dalam merealisasikan hal itu beliau mulai
berdakwah mengajak kaumnya perlahan- lahan, tahapan demi tahapan beliau lalui
dengan penuh kesabaran dan hanya mengharap kemudahan dari Allah.
Tercatat dalam sejarah orang- orang
yang mendukung dakwah beliau sejak awal. Mereka adalah Khadijah binti
Khuwailid, istri beliau tercinta sekaligus motivator yang rela mengorbankan apa saja untuk dakwah
Islam. Sampai hartanya habis sekalipun. Khadijahlah yang pertama kali
membenarkan Rasul dari kalangan wanita. Kemudian dari kalangan laki-laki tidak
lain adalah sahabat beliau yang sejak kecil tahu seluk beluk Rosulullah, beliau
adalah Abu Bakar Ash- Shiddiq. Kemudian dari kalangan anak- anak adalah Ali bin
Abi Thalib, yang beriman sejak beliau berumur 10 tahun[3].
Selanjutnya adalah Zaid bin Haritsah anak seorang kepala suku di daerah Najd,
yang di culik oleh seseorang kemudian di jual di pasar budak. Lalu di beli oleh
Rasulullah dan di merdekakan. Usianya saat itu baru menginjak 8 tahun.[4]
Kelak dari ke 4 orang inilah dakwah Islam bermula. Atau dalam kata lain
merekalah “Embrio” yang menjadi cikal bakal dan penopang system yang di
bangun oleh Rosulullulah. Beliau juga punya harapan besar kepada mereka. Peran
aktif mereka terbukti di kemudian hari.
PENJELASAN
ASSABIQUN AL- AWWALUN
Para
ulama “Mufassir”dan ulama ahli sejarah berbeda pendapat dalam menetapkan
siapa yang di sebut dengan “Assabiqunal Awwalun”. Sebab perbedaan pendapat itu adalah perbedaan tafsir dan
perbedaan dimensi hikmah yang di ambil oleh para penulis sejarah Nabi Muhammad.
Sebab akhlaq Rasulullah adalah
perwujudan dari Al- Qur’an. Sehingga dari sisi
mana saja, beliau adalah tauladan terbaik sepanjang masa semenjak di utusnya
beliau sampai akhir zaman.
Berkaitan dengan hal ini Allah
berfirman dalam surat At- Taubah: 100:
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم
Artinya
:
“Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” ( At- Taubah: 100)
Dalam menafsirkan
ayat ini Imam Al- Qurthuby menyebutkan
tujuh pendapat, yaitu:
1.
Riwayat Ummar
bin Khattab yang menyatakan bahwa mereka
adalah para sahabat Nabi Muhammad sampai Tabi’in, dengan tingkatannya masing-masing
2.
Mereka yang
sholat menghadap dua kiblat, ( Sebelum perpindahan arah kiblat), ini adalah
pendapat Sa’id bin Musayyib. Pendapat lain mengatakan mereka mereka yang ikut
Bai’atur Ridwan/ Hudaibiyah, ini adalah pendapat madzhab Syafi’i. Asy-Sya’bi,Muhammad
bin Ka’ab dan Atho’ bin Yasar berpendapat : “ Mereka adalah ‘Ahlu Badr’”
3.
Berkata Abu
Manshur Al-Baghday At- Tamimi,” Mereka adalah para khalifah yang 4 di tambah 6
orang, sehingga menjadi 10 ( yang di jamin masuk Jannah), kemudian mereka yang
ikut pada perang Badar dan Uhud. Serta mereka yang mengkuti Bai’atur Ridwan.
4.
Mereka adalah
pertama kali masuk Islam. Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang
lebih awal masuk Islam. Ibnu Abbas berpendapat bahwa yang pertama kali masuk
Islam adalah Abu Bakar. Sedangkan Ibrahim An- Nakha’i berpendapat, yang pertama
kali masuk Islam adalah Ali. Al- Hakim berpendapat Zaid bin Haritsah yang
pertama masuk Islam. Selanjutnya Ma’mar berpendapat yang pertama kali masuk
Islam adalah Khadijah. Qatadah, Muhammad bin Ishaq dan ‘Jama’ah’ meriwayatkan hal yang serupa.
Namun dari
beberapa pendapat di atas ulama bersepakat yang pertama kali masuk Islam adalah
Khadijah. Yang menjadi perbedaan di kalangan mereka adalah yang masuk Islam
setelah Khadijah
Dari beberapa
pendapat di atas kesimpulannya Menurut Ibrahim bin Rahwaih Al- Handholiy: “Orang
yang masuk Islam dari kalangan laki- laki Abu Bakar, dari kalangan wanita
adalah Khadijah, dan dari kalangan anak muda adalah Ali, serta dari kalangan “
Mawali (mantan budak) Zaid bin Haritsah, kemudian dari kalangan budak Bilal bin
Rabah”
5.
Dari kalangan “Ahlul
Hadits”, mereka berpendapat bahwa
mereka adalah para sahabat Rosulullullah, pendapat mereka berdasarkan pada
salah satu hadits yang diriwyatkan oleh Imam Bukhori:
“ Barangsiapa yang menemani Nabi salallahu
‘alaihi wasallam dan melihatnya, dari kalangan kaum Muslimin maka dia termasuk
sahabatnya”
6.
Tidak di ragukan lagi bahwa yang pertama kali masuk
Islam dari kalangan Muhajirin adalah
Abu bakar Ash- Shiddiq. Alasannya menurut Ibnul ‘Arabiy
karenakan tiga sebab, yaitu dalam hal keimanan, waktu dan tempat, beliau
mendapatkan ketiganya terkumpul dalam diri beliau sekaligus, sehingga tidak
heran kalau beliau di juluki “As- Sabaq”
7.
Menurut Ibnu Khuwaij ayat ini mencakup keutamaan
golongan pertama dari segi keilmuan, agama, dan keberanian, martabat,
kedermawanan dan yang lainnya. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentanag
hal ini antara Abu Bakar dan Umar.[5]
Semua pendapat di atas adalah benar
adanya, hanya saja para ulama meyebutkan pendapatnya dalam dimensinya masing-
masing. Pendapat yang paling gamblang dan yang akan kita ulas adalah pendapat
yang ke empat, meskipun ulama berbeda pendapat dalam hal urutan yang masuk
Islam setelah Khadijah. Namun secara garis besar ke empat orang itulah yang di
sebut dengan “Assabiqunal Awwalun” ini pendapat Ibrahim bin Rahwaih Al- Handholiy
BIOGRAFI
DAN PERAN MEREKA DALAM ISLAM
1.
Abu Bakar Ash-
Shiddiq
a.
Nama dan
Nasabnya
Beliau Abdullah bin
Utsaman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah bin Ka’ab bin
Lu’ay bin Ghalib Al- Quraisy At- Taimi, Abu Bakar Ash- Shiddiq bin Abi Quhafah. Julukan beliau adalah ”’Atiq”
julukan ini di sebabkan karena
ketampanan wajah beliau.[6]
Beliau lahir
dua tahun enam bulan dari peristiwa penyerangan tentara bergajah terhadap
Mekkah. Ciri-cirinya kulitnya putih, berpostur kurus, ringan tangan, pemberani,
tubuhnya ramping, kedua matanya sipit, beliau bersembunyi di balik ketawadhu’an
beliau.[7]
b.
Kedudukan
beliau di kalangan Quraisy
Beliau tumbuh sebagai seorang remaja yang
bersih dari perbuatan keji yang di lakukan masyarakat jahiliyah pada umumnya.
Akhlaq beliau adalah akhlaq masyarakat arab yang asli. Beliau terkenal dengan
kebagusan akhlaqnya, penyayang dan pemurah, perkataanya jujur, dan pandai dalam
bergaul dalam masyarakat, dan beliau tidak pernah meminum khamer pada masa
jahiliyahnya, apalagi setelah Islam tentunya.
Beliau adalah orang yang paling tahu masalah
nasab masyarakat Arab dan Quraisy, dan orang yang paling paham kebaikan dan
keburukan mereka, beliau juga menguasai ilmu
ta’bir mimpi. Di samping itu beliau adalah seorang pengusaha yang kaya
raya dan memiliki banyak pengalaman. Oleh sebab itu beliau di cintai oleh
kaumnya. Beliau di tuakan dan di jadikan tokoh di tengah- tengah kaumnya.
Beliau termasuk dari 10 orang yang paling mulia di masa jahiliyah dan Islam.
Jika beliau menyampaikan sesuatu maka perkataan beliau di dengar oleh kaumnya.[8]
c.
Proses
Keislaman Beliau
Abu Bakar
adalah teman sepermainan Rasulullah. Umurnya hanya selisih dua tahun lebih muda
dari Rasulullah. Sehingga beliau melihat sendiri dengan mata kepala beliau
keteladanan ada pada diri Rasulullah.
Beliau mempercayai apa yang di bawa oleh Rasulullah bukanlah tanpa dasar. Ini
di karenakan beliau telah melihat dengan jelas dalil-dalil dan tanda-tanda
kenabian Rasulullah. Beliau mendengar perjalanan hidupnya sebelum Rasulullah
menyerunya untuk masuk Islam, Abu Bakar telah memikirkan dan tidak
mempertimbangkan kebenaran yang di bawa, beliau masuk Islam secara spontan.[9]
Cerita awal
keislaman beliau bermula ketika beliau dalam safar menuju Yaman sebelum
datangnya nubuwah dari Allah. Beliau bertemu dengan seseorang.” Aku pernah
bertemu kepada seseorang yang ‘alim dan
mendalami Al- Kitab serta banyak paham akan
ilmu Sosial. Ketika beliau melihatku beliau berkata kepadaku “ Saya
mendapatkan dalam ilmu yang saya pelajari bahwasanya akan di utus seorang nabi
di ‘Tanah Haram’ ,dalam mengemban dakwahnya dia akan di bantu oleh orang yang
ciri- cirinya sebagai berikut, orangnya kurus, berkulit putih,di perutnya
terdapat tahi lalat berwarna hitam dan di paha kirinya terdapat suatu tanda”,
kemudian orang tadi memintaku untuk menyingkapkan baju dan memperlihatkan
perutku. Kemudian dia melihat tahi lalat hitam di atas pusarku dan berkata”Demi
pemilik Ka’bah, engakulah orangnya, maka berhati- hatilah kamu,”. Kemudian aku
bertanya” Dalam hal apa?”, kemudian orang itu berkata ” Janganlah kamu
berpaling untuk mengikuti hawa nafsumu,
bersikaplah pertengahan, takutlah kepada Allah yang memelihara dan memberimu
kenikmatan”.[10]
Ketika tiba
waktu di utusnya Nabi Muhammad beliau di datangi oleh orang- orang Quraisy,
mereka berkata kepada beliau,” Wahai Abu Bakar! Lihatlah apa yang di lakukan
oleh temanmu itu ( Muhammad). Abu Bakar berkata,”Apa yang terjadi dengannya?”.
Lalu mereka berkata lagi, “Dia mengajak orang-orang masjid untuk menyembah
kepada Tuhan yang satu dan mengaku bahwa dirinya adalah seorang Nabi’’. Abu
Bakar berkata, “ Benarkah begitu?”, Mereka menjawab” Ya”. Kemudian Abu Bakar
pergi menemui Rasulullah, sesampainya di rumah beliau Abu Bakar mengetuk pintu
Rasul dan berkata,” Wahai Abu Qosim, apa yang telah sampai kepadaku tentangmu?”,
Rasulullah balik bertanya,” Dan engkau wahai Abu Bakar apa yang telah sampai
kepadamu sehingga menghantarkan engkau kesini?”, Abu Bakar menjawab,” Telah sampai
kepadaku bahwa engkau adalah orang yang mengajak manusia kepada mentauhidkan
Allah, dan engkau mengaku bahwa engkau adalah seorang Rasul”. Rasulullah
berkata,” Wahai Abu Bakar, Rabbku telah menjadikan aku sebagai pembawa berita
dan peringatan , serta meneruskan ajaran Nabi Ibrahim, aku di utus kepada
seluruh ummat manusia. Maka Abu Bakar berkata,”Demi Allah, engkau tidak pernah
berdusta, engkau memang orang yang pantas untuk membawa amanah yang agung ini,
di karenakn engkau adalah seorang yang baik akhlaq dan perbuatannya, ulurkan
tanganmu dan aku akan membaiatmu”.[11] Terhitung
semenjak saat itu, Abu Bakar adalah menjadi orang yang paling dekat dengan
Rasulullah. Dari semenjak pertama kali beliau mengikrarkan kalimat syahadat
hingga beliau wafat. Dan beliau tidak pernah berpisah dengan beliau kecuali
dalam permasalahan yang bersifat pribadi.
d.
Ayat Dan Hadits
Yang Menceritakan Keutamaan Beliau
Dalam kitab Tarikh
Khulafa’ karangan Imam Suyuthi, beliau menyebutkan beberapa ayat dan hadits
yang turun berkenaan dengan beliau. Salah satunya adalah dalam surat At-Taubah
ayat 40:
...ثَانِيَ
اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ
مَعَنَا...
Artinya:
“...dia adalah seorang dari dua orang ketika kedunya
berada di dalam gua, di waktu dia berkata kepada teman-temannya: janganlah kamu
berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita...” (At-Taubah:40)
Adapun hadits yang berkenaan dengan
beliau diriwayatkan oleh Imam Tirmidzy dari Abu Sa’id Al-khudri, dia berkata:
“ Tidak ada seorang kecuali dia memiliki dua orang wazir
(pembantu) di langit dan di bumi. Adapun dua wazir saya di langit adalah Jibril
dan Mikail, sedangkan wazir saya di bumi adalah Abu Bakar dan Umar”.
e.
Peran Beliau
Dalam Islam
1)
Beliau adalah orang yang manusia yang paling
berani ketika dalam peperangan bersama Rasulullah. Beliau melindungi Rasulullah
mati- matian tanpa tidak memperdulikan jiwa beliau sendiri
2)
Beliau adalah
khalifah pertama dalam Islam yang menggantikan kepemimpin Rasulullah ketika
beliau wafat.
3)
Orang yang
menemani hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah dan yang mempersiapkan bekal
dan kendaraan untuk Rasulullah
4)
Beliau adalah
orang yang paling dermawan mengeluarkan hartanya untuk perjuangan Islam
5)
Banyaknya tokoh
Quraisy yang masuk Islam sebab dakwah beliau. Mereka adalah Utsman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqosh dan Thalhah bin Ubaidillah, hal itu
terjadi pada permulaan dakwah, kemudian
di ikuti oleh Utsman bin Mazh’un, Abu Ubaidah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam,
Abu Salamah dan Abdullah bin Abdul Assad Al- Makhzumiy
6)
Abu Bakar juga
membangun di teras rumahnya bangunan yang bisa di pakai untuk sholat dan
membaca Al- Qur’an, sehingga banyak orang yang datang kesana untuk mendengarkan
bacaan Qur’an beliau dan melihat sholat dan tangis beliau. Hal ini yang menjadi
salah satu sebab masuknya banyak orang kepada Islam.
7)
Abu Bakar
membeli budak yang masuk Islam kemudian karena keislamannya. Mereka di siksa
oleh tuannya. Diantara budak yang di bebaskan beliau adalah Bilal bin Rabah
budak dari Umayyah bin Khalaf dengan harga lima uqiyah, Zannirah budak
perempuan dari Ummar bin Khattab sebelum beliau masuk Islam, budak perempuan
dari Bani ‘Adiy, Bani Abdu Syams dan yang lainnya
8)
Abu Bakar
adalah orang yang paling banyak melindungi Rasulullah, di riwayatkan dari Ali
bin Abi Thalib, beliau berkata,” Selang tiga hari setelah wafatnya Ayahku, kaum
Quraisy berkeinginan untuk membunuh Rasulullah, kemudian mereka di hadang oleh
Abu Bakar. Lalu Abu Bakar berkata kepada mereka,”Apakah kalian akan membunuh
seseorang yang mengatakan bahwa Allah adalah Rabbku dan yang telah membawa
kepada kalian petunjuk dari Tuhan Kalian?”. [12]
Dan masih banyak
lagi keutamaan beliau yang bertaburan dalam buku-buku sejarah para s,akan tetapi
contoh di atas sekiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa memang beliau berperan
besar dalam kebangkitan agama Islam pada generasi awal.
2.
Zaid bin Haritsah
a.
Biografinya
Zaid bin Haritsah berasal dari kabilah Kalb yang menghuni sebelah Utara
Jazirah Arab. Di masa kecilnya, ia ditangkap oleh sekelompok penjahat yang
kemudian menjualnya sebagai seorang budak. Kemudian ia dibeli oleh Hukaim bin
Hisyam keponakan dari Khadijah. Oleh Khadijah, ia diberikan kepada Nabi
Muhammad yang
kemudian memerdekakan Zaid bin Haritsah. Ia adalah salah satu orang yang
pertama dalam memeluk agama Islam. Ia mati sebagai syuhada dalam perang Mu'tah.
b.
Proses Masuk Islamnya
Zaid bin Haritsah adalah orang yang
dekat dengan Nabi, karena Zaid adalah anak angkatnya, Zaid masuk Islam tidak lama
setelah Rasul memikul tugas kerasulannya dengan turunnya wahyu, Zaid menjadi
orang kedua yang masuk Islam, bahkan ada yang mengatakan yang pertama. Rasul
sangat sayang kepada Zaid. Kesayangan Rasulullah sangat wajar karena
kejujurannya yang tidak ada tandingannya, kebesaran jiwanya, kelembutan dan
kesucian hatinya, di sertai terpelihara lidah dan tangannya.
Pada salah satu musim haji,
sekelompok orang dari perkampungan Haritsah berjumpa dengan zaid di Mekkah.
Mereka menyampaikan kerinduan ayah dan bundanya kepadanya. Zaid pun membalasnya
dengan salam kehormatan untuk kedua orang tuanya. Ia berpesan kepada para
jama’ah haji itu,”kabarkanlah kepada orang tuaku bahwa aku tinggal di sini
bersama seorang ayah yang sangat mulia’’.
Setelah mengetahui keberadaan
anaknya, ayah Zaid mulai mengatur perjalanan menuju Mekkah bersama seorang
saudaranya. Di mekkah keduanya langsung menanyakan di mana rumah Muhammad
Al-Amin. Setelah berhadapan dengan anaknya beliau berkata,” Wahai putra
Abdul Muthalib, wahai putra pemimipin kaumnya, engkau terasuk penduduk tanah
suci yang biasa membebaskan orang tertindas, yang suka memberi makanan para
tawanan. Kami datang kepadamu hendak meminta anak kami. Berbelas kasihlah
kepada kami dan terimalah uang tebusannya seberapa adanya’’.
Rasulullah
sendiri mengetahui bahwa hati Zaid telah lekat terpaut dengannnya, tetapi
beliau memahami bagaimana hak seorang ayaha terhadap anaknya. Karena itu beliau
berkata kepada Haritsah:” Panggillah Zaid ke sini dan biarkanlah dia yang
menentukan pilihanya sendiri. Bila dia memilihmu, aku akan mengembalikannay
kepadamu, tanpa tebusan. Sebaliknya, jika dia memilihku, demi Allah aku tidak
akan menerima tebusan dari orang yang memilihku’’.
Wajah Haritsah
berseri-seri dan tidak menyangka akan Mendengarkan kelapangan hati yang seperti
itu. Ia pun berkata,” Engkau memang benar-benar telah menyadarkan kami dan
membuat kami insaf di balik kesadaran itu.”
Kemdian Nabi
menyuruh seseorang untuk memanggil Zaid. Ketika ia sampai di hadapan Rasul,
beliau bertanya langsung,”Apakah kamu mengenal orang ini?”. Zaid
menjawab,”Ya, ini adalah ayahku dan yang ini adalah pamanku’’. Kemudian
Nabi mengulanig lagi pesan kebebasan memilih orang yang di senanginya seperti
yang telah di katakan sebelumnya kepada ayah Zaid. Tanpa berpikir panjang, Zaid
menjawab,” Taka da orang pilihanku kecuali engkau. Engkaulah ayah dan
pamanku.” Mendengar itu Rasulullah menitikkan mata Rasulullah basah oleh
air mata, karena rasa syukurnya kepada Allah. Beliau lalu memegang tangan Zaid
dan menuntunnya ke pelataran ka’bah, tempat orang-orang Quraisy sedang banyak
berkumpul. Dan mengumumkan apa yang barusan terjadi. Melihat itu semua Haritsah
tak kuasa menahan haru, bukan saja dia telah menemukan anaknya. Tapi Karena
anaknya diangakat oleh orang termulia dari suku Quraisy.[13]
c.
Peran beliau dalam Islam
Beliau
adaah orang yang paling di sayang oleh Rasulullah dan beliau menjadai salah
satu komandan Rasulullah pada perang Mu’tah. Setelah Perjanjian Hudaibiyyah disepakati, Rasullulah mengirimkan surat-surat dakwah (mengajak masuk Islam) sekaligus berdiplomasi
kepada para penguasa negeri yg berbatasan dengan jazirah arab (raja Bushra),
termasuk kepada Heraklius. Pada Tahun 7 hijriah atau 628, Rasulullah menugaskan
Al-Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat dakwah kepada Gubernur Syam (Irak)
bernama Harits bin Abi Syamr Al-Ghassani yang baru diangkat oleh Kekaisaran
Romawi. Dalam Perjalanan, di daerah sekitar Mu'tah, al-Harits bin ‘Umair
dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr
al-Ghassani pemimpin dari suku Ghassaniyah (Pada waktu itu yang berkuasa di
wilayah Palestina dan sekitarnya). Dan Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah
pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh daerah di sekitar negeri Syam (Irak) juga
dibunuh oleh penguasa sekitar. Sebelumnya,
tidak pernah seorang utusan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dibunuh dalam misinya. Dalam tradisi terdahulu, seorang utusan tidak boleh
dibunuh.
Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji ‘La ilaha Illallah’, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komandan secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di medan peperangan hingga mengakibatkan tidak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah (berasal dari kaum muhajirin) dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Setelah kejadian tersebut, Rasulullah memberangkatkan tiga ribu pasukan tentara untuk memerangi Romawi. Ketika pasukan islam yang berjumlah 3000 personel sampai di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab (kaum musyrikin Arab) pun telah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu perintah. Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang parasahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya yang di kenal sepanjang sejarah “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tidak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla). Kita itu tidak berjuang karena karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang”.Orang-orang menanggapi dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar”. Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.
Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Berdasarkan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat tusukan pedang dan maupun anak panah. Giliran ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun memjemput beliau di medan peperangan. Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi – setelah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian yang banyak.
Menyaksikan peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji ‘La ilaha Illallah’, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komandan secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di medan peperangan hingga mengakibatkan tidak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah (berasal dari kaum muhajirin) dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Setelah kejadian tersebut, Rasulullah memberangkatkan tiga ribu pasukan tentara untuk memerangi Romawi. Ketika pasukan islam yang berjumlah 3000 personel sampai di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab (kaum musyrikin Arab) pun telah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu perintah. Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang parasahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya yang di kenal sepanjang sejarah “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tidak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla). Kita itu tidak berjuang karena karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang”.Orang-orang menanggapi dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar”. Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.
Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Berdasarkan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat tusukan pedang dan maupun anak panah. Giliran ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun memjemput beliau di medan peperangan. Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi – setelah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian yang banyak.
Menyaksikan peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
3.
Ali bin Abi Thalib
a.
Nama dan
nasabnya
Nama Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muthalib bin Hisyam bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab
bin Lu’ay bin Ghalib Al-Quraisy Al-Hasyimi. Ibunya Fathimah binti Asad bin
Hasyim bin Abdu Manaf, yang masuk Islam dan menjadi salah seorang shahabiyah
Rasulullah dan ikut hijrah ke Madinah Al-Munawwarah.Beliau di lahirkan 10 tahun
kenabian. Sehingga beliau mendapatkan kenikmatan terdidik dalam lingkungan
Islami.[14]
Ali tumbuh menjadi seorang
pemuda yang sangat mengagumkan, memiliki fisik yang kuat, badan yang kekar
sehingga otot-ototnya terlihat, wajahnya tampan, tatapan matanya tajam, salalu
memakai penutup kepala berwarna putih, memakai cincin yang bertuliskan “الله
الملك” ketika mencekik orang, orang yang di cekiknya sampai-sampai tidak bisa
bernafas, seorang penunggang kuda, jika dalam peperanagan jalannya cepat,beliau
juga seorang yang sangat pemberani.[15]
b.
Masuk Islamnya
Pada
suatu hari Rasulullah dan Khadijah sedang menunaikan sholat, kemudian Ali tanpa
sengaja Ali melihat keduanya sedang melaksanakan sholat. Kemudian Ali berkata,”
Apa ini wahai muhammad?” maka kemudian beliau menjawab,” Ini adalah
agama yang telah Allah pilihkan untuk manusia,dan dengannya seorang Rasul di
utus. Aku mengajakmu untuk mengikutinya, mentauhidkan Allah dan tidak
menyekutukannya serta meniggalkan peribadatan kepada Latta dan Uzza.’’ Ali
menjawab,” Ini perkara asing bagiku, aku belum bisa memutuskannya sekarang,
aku akan bertanya dahulu kepada Ayahku.’’ Mendengar perkataan Ali Rasulullah tidak suka
dan beliau berkata lagi,” Jika kamu tidak mau masuk ke dalam Islam maka
sembunyikan kejadian ini dan jangan sebarkan kepada siapapun.” Ali
melaksanakan apa yang di katakan Rasulullah, esok harinya Ali kembali
mendatangi Rasulullah dan berkata, “Wahai
Muhammad apa yang engaku inginkan dariku?,’’. rasulullah menjawab,” Aku
ingin engkau mengucapkan kalimat syahadat, bahwasanya tidak ada sesembahan yang
berhak di sembah selain Allah, dan engaku berlaepas dari Latta dan Uzza serta
Tuhan-tuhan yang lainnya.” Ali mengikuti apa yang di katakan Rasulullah dan
semenjak saat itu beliau memeluk agama Islam. Tetapi beliau menyembunyikan
keislaman beliau.[16]
c.
Perannya dalam
Islam
Banyak
sekali peran Ali bin Abi Thalib yang termaktub dalam sejarah dalam melindungi Nabi Muhammad dan dalam
mendakwahkan agama Islam, di antaranya yang tertulis dalam kitab “Al-‘asyroh Al- Mubassyaruna bil Jannah, Siyaruhum Al
Hamidah wa Fadhoilihim An- Nabilah wa A’maluhum Al- Majidah, karangan Abdu Sattar Asy- Syaikh.” Yang kami ringkas
sebagai berikut kecuali pada point nomor Satu:
a.
Beliau adalah orang yang menggantikan Nabi di tempat tidurnya untuk
mengelabui orang kafir Quraisy saat Nabi
hendak berangkat hijrah menuju Madinah. Hal ini di lakukan Ali meski nyawa
menjadi taruhannya.[17]
b.
Pembawa bendera kaum muhajirin dalam
perang Badar dan beliau termasuk di antara 3 orang yang meladeni tantangan kaum
Quraisy, mereka adalah Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan
beliau sendiri. Untuk perang tanding melawan ‘Utbah bin Rabi’ah, saudara dari
Syaibah dan anaknya Al-Walid bin ‘Utbah, akhir dari duel ini di menangkan oleh
kaum muslimin.
c.
Dalam perang Uhud ketika Mush’ab bin Umair syahid, Ali di perintahkan oleh
Rasulullah untuk mengambilnya. Ali berperang hingga mendapat 16 luka pada tubuh
beliau dan pedang yang beliau gunakan berlumuran dengan Darah.
d.
Dalam perang Khandaq Ali meladeni Amru bin Abdu Wadd dalam perang tanding,
di karenakan lelaki ini adalah orang yang sombong yang menantang kaum muslimin
untuk duel “one by one”. Rasulullah memerintahkan Ali untuk
menyelesaikan orang ini, dan berhasil mati di tangan Ali
e.
Orang yang paling bersegera dalam Bai’at Ridhwan
f.
Pembawa bendera pada perang Khaibar
g.
Beliau adalah orang yang di tunjuk Nabi untuk mengurusi Madinah pada saat
kaum Muslimin pergi untuk menuju medan Tabuk
h.
Orang yang di utus Nabi untuk berdakwah kepada penduduk Yaman
Itulah
peran Ali dalam Islam yang bisa jadi lebih banyak dari yang kita ketahui. Namun
hal di atas adalah sebagai gambaran sekilas jasa dan kepahlawanannnya dalam
Islam.
4.
Khadijah binti Khuwailid
a.
Nama dan nasabnya
Beliau adalah wanita pertama yang
tercatat dalam sejarah Islam, orang pertama yang meyakini kenabian Muhammad
yang tidak lain adalah suami yang di cintainya. Nama dan nasab beliau adalah
Ummul Qosim binti Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushaiy bin Kilab
Al-Qursyiyah Al-Asadiyah.[18]
b.
Proses masuk islamnya sekaligus perannya dalam dakwah
Hampir semua buku sirah Nabi
Muhammad menceritakan proses masuk islamnya beliau. Dan tidak ada perbedaan di
kalangan para ulama tentang keislaman beliau. Semua sepakat bahwa Khadijah
masuk Islam saat Rasulullah menerima wahyu yang pertama kali di gua Hira.
Karena Khadijah telah
yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh
alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad
menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru
dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini
ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku mengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”
Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanmu engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghormati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”
Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanmu engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghormati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”
Khadijah
adalah nikmat yang di anugrahkan Allah kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Dai mendampingi selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala
resah, melindungi beliau di kala resah, melindungi beliau dalam menjalankan
jihad yang berat, rela menyerahkan diri dan hartanya kepada beliau. Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda tentang dirinya.”Dia beriman kepadaku saat
semua orang mengingkariku, membenarkan aku selagi semua orang mendustakan aku,
menyerahkan hartanya kepadaku selagi semua orang tidak mau memberikannya, Allah
menganugrahiku anak darinya selagi wanita lain tidak memberikannya kepadaku.”[19]
ANALISA:
Terkadang
seseorang hanya melihat keberhasilan saja, tanpa memikirkan proses untuk menuju
keberhasilan itu. Klimaksnya dia hanya menjadi pengagum dan penonton tanpa aksi
yang berarti, padahal di balik sebuah keberhasilan yang luar biasa juga ada
usaha yang luar biasa, di balik anak yang hebat pasti ada orangtua yang hebat,
di balik seorang murid yang pintar pasti ada guru yang tidak kalah pintar, di
balik seorang komandan yang hebat pasti ada pelatih yang hebat, dan di balik
organisasi yang hebat pasti ada struktur kepengurusan yang hebat. Allah tidak
akan memberikan sesuatu secara langsung, tapi Allah menginginkan agar kita
lebih cerdas dalam menjalani proses dan mengambil pelajaran dari setiap
kejadian.
4 orang di
atas adalah orang mulia yang menjadi pondasi kebangkitan islam, tentu mereka
bukan orang sembarang tapi adalah orang yang kompeten di bidangnya
masing-masing.
Lingkungan
akan membentuk karakter seseorang, sebagaimana Ali dan Zaid yang telah ter’shibgah’ dalam lingkungan yang Islami semenjak kecil.
Maka, tidak heran jika di masa selanjutnya mereka menjadi orang yang di
perhitungkan, menjadi seorang komandan perang yang mampu menggetarkan medan
jihad. Karena mereka di didik langsung oleh seorang “Leader” terbaik sedunia.
Berbeda dengan Khadijah maupun Abu Bakar, mereka yang pada dasarnya adalah para
tokoh dan orang yang terhormat di mata kaumnya. Sehingga ketika Islam datang
kepada mereka mereka hanya melanjutkan kepiawiannya dalam mempengaruhi orang
lain yang pada dasarnya potensi ini telah mereka miliki sebelum mereka memeluk
agama Islam. Keimananlah yang merubah mereka.
Dan yang
terakhir keikhlasan dan pengorbanan yang sempurna akan menghasilkan hasil yang
sempurna pula.
PENUTUP
Begitulah proses yang paling mendasar dari agama Islam yang hawa segarnya
masih kita rasakan hingga hari ini. Berawal dari keadaan yang asing, dari
sebuah tempat yang tidak di pernah diperhitungan oleh dunia. Namun seiring
berjalannya waktu agama ini tersebar di setiap tempat, bahkan tidak ada satu
jengakal tanah pun di dunia ini yang belum terjamah oleh Islam. Menuntun semua
manusia menuju penghambaan yang sempurna
kepada pengusa semesta dan meninggalkan berhala-berhala dan thogut-thogut yang
sifatnya hanya sementara.
Demikianlah apa yang kami
susun ini dengan segala kekurangan yang ada semoga menjadi pelajaran bagi
penulis terkhusus, dan pembaca pada umumnya. Kepada Dzat yang tidak memiliki
aib dan cacat kami kembalikan semua ini. Wallahu a’lam bis showab
[1] Sejarah hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal, kompilasi CHM www.pakdenono.com
–Agustus 2008- HTML
[4] Ibid. Hal. 93
[5] Tafsir Al- Qurthuby, Maktabah syamilah
[6] Al-‘asyroh Al- Mubassyaruna bil jannah, Siyaruhum Al Hamidah Wa
Fadhoilihim An- Nabilah wa A’maluhum Al- Majidah, Abdu Sattar Asy- Syaikh. Cet
I, Darul Qolam, Damaskus, Hal.13
[8] Ibid, Hal.14
[9] Perkataan Al-Baihaqi, dalam kitab Tarikh Khulafa’, Imam As-Suyuthi,
Pustaka Al- Kautsar, Hal.37
[10] Al-‘asyroh Al- Mubassyaruna bil Jannah, Siyaruhum Al Hamidah wa
Fadhoilihim An- Nabilah wa A’maluhum Al- Majidah, Abdu Sattar Asy- Syaikh. Cet
I, Darul Qolam, Damaskus, Hal.16
[11] At-Tarikh Al- Islami Al-Khulafa’ Ar- Rasyidun Al-‘ahdil Umawiyyi,
Mahmud Syakir juz III, cet. VII 1411 H/ 1991 M, maktab Al- islami, Hal.34/35
[12] Ibid, hal.33/38
[13] Biografi 60 Sahabat Nabi, Khalid Muh. Khalid, Aqwam. Cet.I,
Hal.266/267
[14]Al-‘asyroh Al- Mubassyaruna bil Jannah, Siyaruhum Al Hamidah wa
Fadhoilihim An- Nabilah wa A’maluhum Al- Majidah, Abdu Sattar Asy- Syaikh. Cet
I, Darul Qolam, Damaskus, Hal.182
[15].Ibid. hal. 184
[16] Perkataan Ibnu Ishaq, di nukil dari Tarbiyah Qiyadiyah
As-sabiq Al-awwalun minal muhajirin, Dr.Munir Muh. Ghadban, Juz I, cet. IV 1426
H/2005 M, Darul Wafa’
[19] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnandnya, di nukil dari Sirah Nabawiyah, Syaikh shafiyurrahman
Al-Mubarakfury, pustaka Al-Kautsar, Hal.125
0 komentar:
Posting Komentar