Rabu, 29 Maret 2017

Aurat Wanita Menurut Muhammad Syahrur

1


Oleh: Izzah Aroby
       I.       Pendahuluan
          Alhamdulillah, puji-syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dari seluruh makhluk-Nya. Segala puji bagi-Nya yang telah menyempurnakan dien ini dan me-ridhai Islam sebagai agama kita. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarga beliau dan para shahabat beserta orang-orang yang menempuh jalan beliau hingga hari kebangkitan kelak.
          Islam adalah agama yang sempurna dan merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta. Kesempurnaan Islam menjadikannya sebagai agama yang terbaik dalam mengatur segenap aspek kehidupan manusia, baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Syari’at Islam datang untuk kemaslahatan ummat manusia dan menghindarkan dari segala hal yang dapat menghilangkan hak-hak mereka.
          Aurat merupakan bagian tubuh yang wajib ditutup; baik bagi laki-laki maupun wanita, terkhusus bagi para wanita yang mana seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan.
          Pada hari ini kita sudah sangat banyak menyaksikan pelanggaran terhadap syari’at, kerusakan terjadi di mana-mana, apalagi perzinahan yang semakin meraja lela. Hal itu tidak akan terjadi jika tidak ada peremehan terhadap syari’at Islam. Pelanggaran yang kerugiannya akan ditanggung oleh pelakunya sendiri tanpa mereka sadari. Para wanita sudah berani menampakkan perhiasan mereka kepada setiap orang, tidak peduli siapa mereka, dan apakah mereka berhak melihatnya.
          Apalagi muncul statement bahwa menutup seluruh badan bagi wanita adalah tradisi orang arab, dan aurat itu berasal dari rasa malu, padahal malu itu bersifat relatif, dan berbagai macam pernyataan yang dapat memberikan kepada para wanita celah dan alasan mengapa mereka melakukannya.
          Pada tahun 1990 Masehi, dunia Islam dikagetkan dengan sebuah kitab yang tersebar di seluruh penjuru dan menghabiskan lembaran-lembaran yang tersedia di media cetak. Kitab tersebut berjudul Al-Kitâb wa al-Qur`ân Qirâ`ah al-Mu’âshirah” yang ditulis oleh seorang pemikir liberal asal Siria bernama Muhammad Syahrur, dimana ia menyatakan bahwa Qur’an surat an-Nur ayat 30 dan 31 adalah ayat yang menjelasakan tentang batas minimal aurat laki-laki dan wanita.
    II.       Aurat Wanita
a.      Definisi aurat
          Aurat berasal dari kata أعور يعور إعوارا, di dalam kamus disebutkan bahwa kata tersebut memiliki beberapa arti, yaitu celah yang ditakutkan musuh masuk melaluinya, setiap tempat yang tersembunyi, segala sesuatu yang membuat seseorang merasa malu darinya, dan bagian tubuh yang ditutupi oleh manusia karena harga diri dan rasa malu.[1] Aurat juga diartikan sebagai pakaian, cacat atau aib.[2] Maka dari sini dapat difahami bahwa aurat adalah aib atau sesuatu yang membuat seseorang malu ketika bagian tersebut terlihat dan merupakan bagian yang wajib ditutupi.
b.      Masyru’iyyah
          Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
          “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs. Al-Ahzab: 59)
          Ayat di atas merupakan ayat hijab yang mana Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menyampaikan kepada para wanita akan kewajiban menutup aurat, di mulai dari istri-istri dan anak-anak beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena seseorang harus memulai dari keluarganya dulu sebelum kepada orang lain. [3]
          Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:Wanita adalah aurat.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan ath-Thabrani).
c.       Pendapat para Ulama’ tentang batasan aurat wanita
          Para Ulama’ telah bersepakat bahwa seorang wanita wajib menutup seluruh tubuhnya, akan tetapi terjadi ikhtilaf (perbedaan pendapat) mengenai wajah dan telapak tangannya.[4]
          Imam asy-Syafi’i[5] dan Imam Malik[6] rahimahumallah berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangannya. Imam Ahmad rahimahullah  berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajahnya.[7] Sedangkan Abu Hanifah rahimahullah berpendapat bahwa kedua telapak kaki wanita bukanlah aurat.[8]
 III.       Aurat Wanita Menurut Muhammad Syahrur
a.      Biografi
          Muhammad Syahrur bin Deib adalah seorang pemikir liberal, lahir di Damaskus, Syiria pada tanggal 11 April 1938 M.[9] Ayahnya bernama Deib bin Deib Syahrur dan ibunya adalah Siddiqah binti Salih Filyun. Istrinya bernama Azizah dan dikaruniai lima orang anak, yaitu Thariq, Lays, Basil, Ma’sun dan Rima. Syahrur memiliki dua orang cucu bernama Muhammad dan Kinan.[10]
          Syahrur memulai pendidikannya di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas di lembaga pendidikan Abdurrahman al-Kawakibi yang terletak di pinggiran kota sebelah selatan Damaskus, dan selesai pada tahun 1957 dalam usianya yang ke-19 tahun. Kemudian ia melanjutkan studinya di  bidang Teknik Sipil di Moskow, Uni Soviet dengan beasiswa dari pemerintahan Syiria dan berhasil meraih gelar Diploma dalam teknik sipil pada tahun 1964.[11]
          Tahun 1965, Syahrur diangkat sebagai asisten dosen di Fakultas Teknik Sipil Universitas Damaskus. Kemudian ia dikirim oleh pihak Universitas ke Irlandia untuk melanjutkan pendidikan Magister dan Doktoral di Universitas College, Dublin, Irlandia dengan spesialisasi bidang Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi. Gelar Magister (Master of Science) diperoleh pada tahun 1969 dan gelar Doktor pada 1972.[12]
          Ketika kembali ke Syiria, Dr. Ir. Muhammad Syahrur diangkat sebagai Professor Jurusan Teknik Sipil di Universitas Damaskus mulai tahun 1972 sampai 1999 dan mengajar di sana dalam bidang Mekanika Pertahanan dan Geologi. Selain itu, pada tahun 1982 sampai 1983, Syahrur dikirim kembali oleh pihak Universitas Damaskus untuk menjadi tenaga ahli pada Al-Sa’ud Consult Arab Saudi. Bersama beberapa rekannya di Fakultas Teknik ia membuka Biro Konsultasi Teknik Dar al-Isytisyarat al-Handasiyyah (En-Genering Consultancy) di Damaskus.[13] Disamping menguasai bidang teknik, Syahrur secara otodidak menekuni filsafat, khususnya humanisme, dan linguistik arab.[14]
          Secara global, persoalan mendasar yang memunculkan kegelisahan Syahrur untuk melakukan kajian keislaman dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu aliran skripturalis-literalis adalah mereka yang berpegang teguh kepada arti literal dan tradisi. Apa yang cocok bagi orang-orang beriman pada zaman Nabi juga cocok untuk orang-orang beriman pada zaman apapun dan kapanpun. Yang kedua adalah mereka yang cenderung untuk menyerukan sekularisme dan modernitas, menolak semua warisan Islam termasuk Al-Qur’an.
          Menurut Syahrur, kedua kelompok di atas telah gagal dalam menyediakan modernitas kepada masyarakatnya. Pada akhirnya muncullah kelompok ketiga dimana Syahrur mengklaim dirinya berdiri di dalam kelompok ini. Mereka menyerukan kembali kepada at-Tanzil, yaitu teks asli yang diwahyukan kepada Nabi namun dengan paradigma baru.[15] Pemikiran Syahrur dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fase:
          Fase pertama antara (1970-1980), ketika mengambil jenjang Magister dan Doktor dalam bidang teknik sipil di Universitas Nasional Irlandia (Dublin). Fase ini disebut sebagai peletakan dasar pemahamannya dari istilah-istilah dasar dalam Al-Qur’an;
          Fase kedua (1980-1986), yaitu ketika bertemu dengan teman lamanya, Dr. Ja’far yang mendalami studi bahasa di Universitas Uni Sofiet antara 1958-1964. Syahrur menyampaikan perhatian besarnya terhadap studi bahasa, filsafat dan pemahaman terhadap Al-Qur’an. Beliau banyak belajar darinya tentang linguistik termasuk filologi. Sejak saat itulah Syahrur berpendapat bahwa setiap kata memiliki makna masing-masing dan bahasa Arab adalah bahasa yang di dalamnya tidak terdapat sinonim. Sehingga menurutnya selama ini terdapat kesalahpahaman dalam pengajaran bahasa Arab di berbagai Madrasah dan Universitas. Kemudian beliau mulai menganalisis ayat-ayat Al-Qur’an dengan paradigma baru, dan pada 1984 ia mulai menulis pokok-pokok pikirannya bersama Ja’far yang digali dari Al-Kitab.
          Fase ketiga (1986-1990), Syahrur mulai berinisiatif menyusun pemikirannya dalam topik-topik tertentu. Pada tahun 1986 akhir dan 1987 ia menyelesaikan bab pertama dari bukunya, al-Kitab wa al-Qur’an.[16]
          Syahrur adalah seorang pemikir produktif dan buku-buku yang ditawarkannya merupakan hasil pemikiran yang mendalam. Buku-bukunya dapat dikategorikan pada dua bidang keilmuan, yaitu bidang teknik fondasi dengan bukunya Handasat al-Asasat (Teknik Fondasi Bangunan) dan Handasat al-Turbat (Teknik Pertahanan).
          Dalam bidang pemikiran keagamaan ia menulis Al-Kitâb wa al-Qur`ân Qirâ`ah al-Mu’âshirah (1990); Dirâsât Islamiyyah Mu’âshirah fi al-Daulah wa al-Mujtamâ’ (1994); Al-Islâm wa al-Imân: Manzhûmah al-Qiyâm (1996); Nahwa Ushul Jadîdah li al-Fiqh al-Mar`ah (2000); Masyrû Mitsâq al-‘Amal al-Islâmî (1999); Al-Harakah al-Libaraliyyah Rafadhat al-Fiqh wa al-Tasyrî’âtihâ wa lakinnahâ Lâ Tarfudh al-Islâm ka-Tawhid wa Risâlah Samâwiyyah (2000); Al-Harakah al-Islâmiyyah Lân Tafûz bi al-Syar’iyyah illa idza Tharahat Nazhariyyah Islâmiyyah Mu’âshirah fî al-Daulah wa al-Mujtamâ’ (2000) ; Islam and The 1995 Beijing World Conference on Women (1998).[17]
b.      Pandangan muhammad syahrur tentang aurat wanita
1.      Definisi aurat menurut muhammad syahrur
          Muhammad Syahrur mengartikan bahwa aurat adalah berangkat dari rasa malu, dan rasa malu itu bersifat relatif (tergantung siapa yang melihat) serta tidak mutlak dan mengikuti adat kebiasaan.[18]
2.      Dalil-dalil yang digunakan
          Muhammad Syahrur dalam menentukan batasan aurat, terutama aurat wanita, berargumen dengan tiga surah dalam Al-Qur’an. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
          Pertama, Qs. An-Nur: 30-31
          Muhammad Syahrur menyatakan bahwa ada titik kesamaan perintah kepada lelaki dan wanita yang ditunjukkan oleh ayat ini, yaitu sebagai berikut:
          Pertama: menundukkan pandangan
          Muhammad Syahrur kemudian mengemukakan lafazh ayat:
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
          “Hendaklah mereka menahan pandanganya.” (Qs. An-Nur: 30)
          Di sini ada harfu jer yang bermakna sebagai pembagian atau penyisihan dari keseluruhan, maka Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menundukkan dari pandangan. Di sini juga tidak terdapat maf’ulun bih (obyek) baik itu laki-laki atau wanita, atau dapat dikatakan menundukkan pandangan dari apa?
          Muhammad Syahrur kemudian menyatakan bahwa lafazh ghadhdhun pada lisan orang arab adalah untuk menunjukkan atas lembutnya suatu perbuatan, kemudian ia memberi contoh seorang wanita yang sedang mengganti pakaiannya di suatu tempat dan merasa keberatan jika dilihat oleh orang lain pada bagian-bagian tertentu. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah Ta’ala, yaitu agar kita tidak melihat satu sama lain pada suatu bagian dari tubuh kita yang mana akan menimbulkan perasaan berat jika itu dilihat oleh orang lain. Inilah yang dinamakan sebagai as-suluk al-ijtima’i al-muhadzdzab, yaitu kita mengambil sikap tidak menghiraukan atau pura-pura tidak tahu pada bagian-bagian tersebut.
          Kedua: menjaga kemaluan,[19] di dalam Al-Qur’an kewajiban menjaga kemaluan ada dua, pertama adalah menjaganya dari perbuatan zina dan segala perilaku yang tidak disyari’atkan, itu terdapat di dalam firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ، إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ، فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
          “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Qs. Al-Mu’minun: 5-7)
          Adapun qarinah yang menunjukkan makna tersebut adalah “kecuali terhadap isteri-isteri mereka”. Kemudian yang kedua adalah menjaga kemaluan dari pandangan, inilah yang dimaksudkan dalam surat an-Nur ayat 30-31.
          Kedua: al-Qashash ayat ke-32:
اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ ۖ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِن رَّبِّكَ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
        “Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik".
          Ketiga: an-Naml ayat ke-12:
وَأَدْخِلْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ ۖ فِي تِسْعِ آيَاتٍ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَقَوْمِهِ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
        “Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir'aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik".
          Kemudian beliau menyatukan dalil yang kedua dan ketiga ke dalam Qs. Thaha ayat ke-22:[20]
وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَىٰ جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرَىٰ
        “Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula).”
3.      Pembagian perhiasan
          Muhammad Syahrur membagi perhiasan wanita pada ayat ke-31 ini menjadi tiga macam, perinciannya sebagai berikut:[21]
          Pertama: zinatul asyya’ (perhiasan benda), yaitu menyandarkan atau menggabungkan sesuatu kepada suatu tempat yang dihiasi seperti pakaian dan alat-alat yang digunakan untuk berhias.
          Kedua: zinatul mawaqi’ atau zinatul makaniyah (perhiasan tempat), yaitu tempat yang dihiasi seperti padang yang luas nan hijau, bangunan dan lain-lain.
          Ketiga: zinatul makaniyah wasy syai`iyyah, bahwasannya perkembangan dan kemajuan keilmuan manusia akan menumbuhkan kecenderungan kepada kedua macam perhiasan ini. Adapun seluruh tubuh wanita menurut syahrur termasuk bagian dari zinatul makaniyah.
4.      Batasan aurat wanita menurut Muhammad Syahrur
          Di atas sudah disinggung bahwasannya Syahrur membagi perhiasan wanita menjadi tiga macam, dan seluruh tubuh wanita termasuk ke dalam zinatul mawaqi’ atau zinatul makaniyah. Kemudian beliau membagi anggota tubuh wanita (zinatul mawaqi’) menjadi dua bagian, yaitu zinatu azh-zhahirah dan zinatu al-makhfiyyah. Di bawah ini kami akan memaparkan penjelasan Syahrur mengenai kedua pembagian ini:
          Pertama: zinatu azh-zhahirah
5.     وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
          “Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya.(Qs. An-Nur: 31)
          Maka, dalam ayat ini dapat difahami bahwasannya terdapat zinah (perhiasan) yang tersembunyi pada tubuh seorang wanita. Zinah azh-zhahirah adalah sesuatu yang terlihat pada tubuh seorang wanita di saat penciptaannya atau sesuatu yang ditampakkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam penciptaannya seperti kepala, perut, punggung, kedua kaki dan kedua tangannya, sedangkan kita mengetahui bahwasannya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan lelaki dan perempuan dalam keadaan telanjang tanpa mengenakan pakaian.
          Kedua: zinatu al-makhfiyyah[22]
          Zinatu al-makhfiyyah adalah bagian-bagian dari tubuh wanita yang dijaga oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan diperintahkan untuk menutupnya. Perhiasan inilah yang disebut oleh Syahrur sebagai al-juyub (belahan dada, bagian bawah ketiak, serta kemaluan dan dubur)[23], yaitu had al-adna (batas minimal) dari aurat wanita yang wajib ditutup, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
          “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya...” (Qs. An-Nur: 31)
          Syahrur mengatakan bahwasannya khimar (penutup) itu letaknya bukan hanya di kepala saja, oleh karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman untuk menutup bagian-bagian yang disebut sebagai al-juyub. Syahrur juga mengatakan bahwasannya kedua mata dan telinga termasuk al-juyub azh-zhahirah karena berada di wajah.
          Menurut Syahrur seorang wanita boleh tampil telanjang di hadapan delapan orang lelaki yang disebutkan dalam surat an-Nur ayat 31 dan orang-orang yang disebutkan dalam ayat tersebut jika ia melakukannya dalam keadaan lupa, lalai, terpaksa atau darurat. Jika mereka melarang perbuatan tersebut, maka pelarangan itu hanya disebabkan oleh sebuah aib dan rasa malu. Namun, seorang suami adalah orang yang paling berhak untuk melihat al-juyub as-safliyyah (juyub bagian bawah) yang disebut Syahrur sebagai aurat mughallazhah, sedangkan al-juyub al-‘alawiyyah (belahan dada dan bagian bawah ketiak) diperbolehkan bagi orang-orang yang disebutkan dalam Qs. An-Nur ayat 31. Ketika seorang wanita melakukan hal tersebut—telanjang—di hadapan mereka, maka itu hanyalah sebuah aib dan tidak ada sangkut-pautnya dengan keharaman maupun kehalalan.[24]
          Adapun delapan orang lelaki itu adalah suami, bapak, bapak dari suami, anak laki-laki, anak laki-laki dari suami, saudara laki-laki, anak laki-laki dari saudara, dan anak laki-laki dari saudari. Beliau berkata, “Hendaknya seorang wanita yang beriman tidak merasa keberatan dari mereka.”[25]
          Syahrur juga berpendapat bahwasannya ada tujuh orang mahram dari seorang wanita yang mereka diperbolehkan berdua-duaan dengannya, tapi wanita tersebut tidak boleh menampakkan zinatul makhfiyyah (al-juyub) di hadapan mereka, yaitu paman dari ibu, paman dari bapak, anak susuan, saudara sepersusuan, suaminya ibu, suami anak perempuan, dan suami saudari.[26]
          Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syahrur bahwa aurat wanita yang wajib ditutup hanyalah had al-adna (had Allah) saja, maka beliau juga menyatakan bahwa ada had al-a’la (had Rasul) atau batas maksimal dari aurat wanita, yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya[27], berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam Qs. Al-Ahzab: 59 berikut:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
          Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[28]
          Ayat di atas adalah ayat yang berbentuk sebagai pengajaran saja dan bukan pensyari’atan. Menurut Syahrur gangguan itu ada dua macam; thabi’iy (keaadaan atau lingkungan) dan ijtima’iy (sosial). Jadi, pakaian yang dikenakan oleh seorang wanita ketika keluar rumah adalah sesuai keadaan tempat dimana ia tinggal, pakaian yang ia kenakan hendaknya dapat melindunginya dari dua gangguan ini. Adapun gangguan yang dimaksud pada ayat di atas adalah macam yang kedua, yaitu al-adza al-ijtima’iy, yang berarti seorang wanita ketika keluar rumah hendaknya mengenakan pakaian yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat dimana ia tinggal agar terhindar dari berbagai macam gangguan.[29]
 IV.       Kritik
          Sesungguhnya dalam mengkritisi pemahaman dan syubhat yang dilontarkan oleh Syahrur, bisa ditimbang dengan ilmu maqashid, bahwa adanya kewajiban menutup aurat itu untuk menjaga kehormatan dan jiwa dari berbagai macam bahaya. Menutup seluruh tubuh bagi seorang wanita akan lebih terjaga dan aman dari gangguan dibanding tampil telanjang atau hanya mengenakan pakaian dalam saja. Oleh karena itu, tidak mungkin yang dimaksud dalam Qs. An-Nur di atas adalah al-juyub (versi Syahrur) karena jelas tidak ada maslahat di sana dan madharatnya sangatlah besar, padahal Syari’at ini datang untuk kemaslahatan dan menjauhkan kita dari kerusakan.
          Merupakan kesalahan yang fatal bila Syahrur beranggapan bahwa Al-Qur’an harus dirafsirkan kembali dengan paradigma baru tanpa merujuk kepada as-Sunnah dan pemahaman para Ulama’ Salaf yang dalam hal ini telah bersepakat bahwasannya seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib ditutup kecuali hanya beberapa bagian saja yang masih diperselisihkan, padahal hujjah setelah Al-Qur’an adalah as-Sunnah dan sebaik-baik masa adalah masa para shahabat, tabi’in, dan tabiut tabi’in. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
          “Sebaik-baik ummatku adalah yang orang-orang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.[30]
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
          “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisa’: 115)
          Jika memang pendapat Syahrur tentang batasan aurat wanita itu benar, lalu mengapa ada hadits yang menyatakan bahwasannya seorang wanita yang berpakaian tapi telanjang (terlihat lekuk tubuhnya) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya? Sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
          “Dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya ia memukuli orang dan wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, mereka berlenggak-lenggok dan condong (dari ketaatan), rambut mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan sejauh ini dan ini.”[31]
          Muhammad Syahrur telah salah dalam mengartikan al-juyūb, yaitu berasal dari kata jawaba atau ‘ain fi’il-nya adalah huruf wawu. Lalu mengambil arti lubang (al-kharqu) dari kata al-jūb, namun ia menisbahkannya sebagai arti dari al-jaib, sehingga lubang al-jaib berarti lubang kemaluan wanita. Padahal al-juyūb berasal dari kata jayaba atau ‘ain fi’il-nya ya’, maka kamus arab mengantisipasinya dengan menambahkan bahwa kalimat jabat al-qamish tidak berasal dari al-jaib, tapi dari al-jūb. Dapat kita temukan bahwa al-juyūb secara bahasa berarti bagian baju yang terbuka dan saku-saku baju atau dada.[32]
    V.       Kesimpulan
          Muhammad Syahrur adalah seorang pemikir liberal yang berusaha menghadirkan metode atau paradigma baru dalam memahami konteks Al-Qur’an, yaitu dengan menggunakan metode analisis linguistik atau pendekatan bahasa untuk menyediakan modernitas kepada masyarakat muslim dengan menghilangkan keterjebakan pada produk-produk pemikiran masa lalu.
          Muhammad Syahrur dalam menentukan sebuah hukum selalu berpijak kepada teori batasnya yang kontroversial. Menurutnya, aurat wanita yang wajib ditutupi masuk ke dalam teori batasnya yang hanya memiliki batas minimal atau batas bawah saja. Batas minimal—had Allah—dari aurat seorang wanita yang wajib ditutupi adalah al-juyub (belahan dada, bagian tubuh di bawah ketiak, kemaluan, dan pantat), sedang batas maksimal—had Rasulullah—adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
          Pakaian yang digunakan oleh seorang wanita ketika keluar rumah adalah dimulai dari batas minimal dan seterusnya sesuai adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat hingga mencapai batas maksimal dengan hanya menampakkan wajah dan telapak tangan.
          Sangat jelas bahwa pemikiran beliau adalah pemikiran liberal dan kontroversial. Bagaimana mungkin beliau menafsirkan Al-Qur’an kembali dan memahaminya tanpa merujuk kepada as-Sunnah dan pemahaman para salaf.   Padahal mereka adalah sebaik-baik ummat sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Aalaihi wa Sallam.


Daftar Pustaka
          Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqh as-Sunnah, (Al-Qahirah-Mesir: Al-Maktabah at-Taufiqiah), juz III
          Akhmad Khoirul Anam, Ri’ayatur Rokhmaniyyah, Ali Nashoka, Menghukumi Hukum Islam: Studi Pemikiran M. Shahrur, Makalah di Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo, 2015
          Al-‘Alamah asy-Syaikh Abu Abdullah Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah bin Nashir as-Sa’di, Taisiru al-Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalam al-Mannan, (Bairut-Libanon: Daru Ihya’i at-Turatsu al-‘Arabi).
          Al-Imam Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab, (Bairut-Libanon: Darul Fikri), juz III
          Al-Imam Majduddin Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim al-Fairuzabadi asy-Syairazi asy-Syafi’i, Al-Qamus al-Muhith, (Bairut-Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah), Juz I-II
          Asy-Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin Abdul Muthalib bin Abdul Manaf al-Muthalibi al-Qursyi al-Makki, Al-Umm, (Bairut: Darul Ma’rifah), juz 1, versi al-Maktabah asy-Syamilah
          Dr. Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur`ân Qirâ`ah al-Mu’âshirah, (Damaskus: Al-Ahali, 2000)
          Dr. Muhammad Syahrur, Nahwa Ushul Jadîdah li al-Fiqh al-Islami Fiqhu al-Mar`ah, (Damaskus: Al-Ahali, 2000), cet. I
          Dr. Ruhi al-Ba’labaki, Al-Maurid, (Darul Ilmi lilMalayin), cet. XXI
          http://www.shahrour.org.
          Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah), juz I
          Ibrahim Mushthafa, Hamid Abdul Qadir, Ahmad Hasan az-Ziyad, Muhammad Ali an-Najjar Al-Mu’jam al-Wasith, (al-Maktabah al-Islamiah), Juz II
          Louis Ma’luf, Al-munjid fi al-Lughati wa al-A’lam, (Bairut), cet. 24
          M. Lutfi Hakim, Studi Kritis Pemahaman Muhammad Syahrur Terhadap Hadis Metafisika (Keghaiban), Skripsi di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Jurusan Tafsir dan Hadis UIN Walisongo Semarang, 2015/2016
          Mushthafa al-‘Adawi, Jami’u Ahkam an-Nisa’, (Riyadh: Daru Ibnu al-Qayyim, Al-Qahirah: Daru Ibnu ‘Affan), juz I



[1] Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughati wa al-A’lam, hal. 537, Ibrahim Mushthafa, Hamid Abdul Qadir, Ahmad Hasan az-Ziyad, Muhammad Ali an-Najjar, al-Mu’jam al-Wasith, (al-maktabah al-Islamiah), juz 2, hal. 636, al-Imam Majduddin Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim al-Fairuzabadi asy-Syairazi asy-Syafi’i, al-Qamus al-Muhith, (Bairut-Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah), juz 2, hal. 176
[2] Dr. Ruhi al-Ba’labaki, Al-Maurid, (Darul Ilmi lil Malayin), cet. 21 hal. 787
[3] Al-‘Alamah asy-Syaikh Abu Abdullah Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah bin Nashir as-Sa’di, Taisiru al-Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalam al-Mannan, (Bairut-Libanon: Daru Ihya’i at-Turatsu al-‘Arabi), hal. 805.
[4] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqh as-Sunnah, (Al-Qahirah-Mesir: Al-Maktabah at-Taufiqiah), juz III, hal. 29.
[5] Asy-Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin Abdul Muthalib bin Abdul Manaf al-Muthalibi al-Qursyi al-Makki, Al-Umm, (Bairut: Darul Ma’rifah), juz 1, hal. 109, versi al-Maktabah asy-Syamilah
[6] Mushthafa al-‘Adawi, Jami’u Ahkam an-Nisa’, (Riyadh: Daru Ibnu al-Qayyim, Al-Qahirah: Daru Ibnu ‘Affan), juz I, hal. 269.
[7] Al-Imam Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab, (Bairut-Libanon: Darul Fikri), juz III, hal. 171
[8] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah), juz I, hal. 601
[9] M. Lutfi Hakim, Studi Kritis Pemahaman Muhammad Syahrur Terhadap Hadis Metafisika (Keghaiban), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Jurusan Tafsir dan Hadis UIN Walisongo Semarang, 2015/2016
[10] http://hukumzone.blogspot.co.id/2012/03/biografi-muhammad-syahrur.html, biografi Muhammad Syahrur dapat dirujuk langsung ke website resminya, yaitu: http://www.shahrour.org.
[12] Ibid,
[13] Ibid,
[15] M. Lutfi Hakim, Studi Kritis Pemahaman Muhammad Syahrur Terhadap Hadis Metafisika (Keghaiban), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Jurusan Tafsir dan Hadis UIN Walisongo Semarang, 2015/2016, hal. 46-47
[16] Ibid, hal. 48
[18] Dr. Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur`ân Qirâ`ah al-Mu’âshirah, (Damaskus: Al-Ahali, 2000), hal. 612.
[19] Dr. Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur`ân.., hal. 604-605, Nahwa Ushul Jadîdah li al-Fiqh al-Islami fiqhu al-Mar`ah, (Damaskus: Al-Ahali, 2000), cet. I, hal. 361
[20] Dr. Muhammad Syahrur, Nahwa Ushul.., hal. 365
[21] Dr. Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa.., hal. 606, Nahwa Ushul.., hal.362-363
[22] Dr. Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa.., hal. 606, Nahwa Ushul.., hal. 363
[23] Dr. Muhammad Syahrur, Nahwa Ushul.., hal. 364
[24] Ibid, hal. 365
[25] Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa.., hal. 607
[26] Ibid, hal. 608
[27] Dr. Muhammad Syahrur, Nahwa Ushul.., hal. 373 dan 377
[28] Muhammad Syahrur, Nahwa Ushul.., hal. 377
[29] Ibid, hal. 373
[30] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, kitab perilaku budi pekerti yang terpuji, bab keutamaan shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hadits no. 3377 dan 3378, Muslim kitab keutamaan shahabat, bab keutamaan para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian orang-orang setelah mereka, hadits no. 4599-4603, Abu Dawud, kitab Sunnah, bab keutamaan para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hadits no. 4038.
[31] Diriwayatkan oleh Muslim, kitab pakaian dan perhiasan, bab wanita berpakaian tetapi telanjang, hadits no. 3971
[32] al-Imam Majduddin Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim al-Fairuzabadi asy-Syairazi asy-Syafi’i, al-Qamus al-Muhith, (Bairut-Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah), juz 1, hal. 66

1 komentar:

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net