Zakat
Nuqud (Logam Mulia)
Para fuqaha’ sepakat mengenai kewajiban zakat logam (emas dan
perak), baik berbentuk lempengan, tercetak, atau berupa wadah. Bahkan menurut
Hanafiyah perhiasan yang dipakai juga wajib dizakati.
Nishab dan kadar zakat
|
|
|
||||
|
Menurut Jumhur, salah satu dari emas dan perak dapat digabungkan
dengan yang lain untuk menyempurnakan nishab, emas digabungkan dengan perak
atau sebaliknya. Seperti seseorang mempunyai 100 dirham dan 5 mitsqal seharga
100 dirham. Maka ia wajib zakat, sebab tujuannya dan zakatnya sama, keduanya
adalah satu jenis. Namun menurut Syafi’iyah tidak bisa digabungkan, sebagaimana
unta dan sapi yang tidak bisa digabungkan.
Kadar zakatnya adalah 2,5 %
Dalilnya sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
diriwayatkan oleh sahabat Ali Radhiallahu ‘Anhu,
“Jika
kamu mempunyai 200 dirham dan telah genap satu tahun, maka di dalamnya ada
zakat 5 dirham. Dan kamu tidak memiliki tanggungan atas emas sampai kamu
memiliki 20 dinar, jika kamu memiliki 20 dinar dan telah genap satu tahun, maka
zakatnya ½ dinar.” (HR. Abu Dawud
dan al-Baihaqi dengan sanad bagus, nailu al-Authar IV/138)
|
||||
|
Untuk
emas zakatnya dikeluarkan dalam bentuk emas, dan perak dalam bentuk perak. Jika
ingin mengeluarkan zakat berbentuk emas untuk zakat perak, atau bentuk perak
untuk zakat emas. Menurut Malikiyah boleh dengan syarat sesuai dengan harga,
dan tidak diperbolehkan menurut Syafi’iyah.
Pengurangan
Atau Penambahan Dari Nishab
Jika
emas atau perak tidak mencapai nishab maka tidak ada kewajiban zakat atasnya.
Adapun jika terdapat kelebihan dari nishab maka ada perbedaan dalam masalah
ini,
Menurut
Abu Hanifah tidak ada zakat atasnya kecuali sampai 40 dirham, maka di dalamnya
dikeluarkan zakat 1 dirham, kemudian untuk setiap 40 dirham dikeluarkan 1
dirham. Untuk dinar juga tidak ada sampai mencapai 4 dinar, lalu dikeluarkan 1
dinar. Ini pendapat yang shahih menurut mayoritas Hanafiyah, dengan dalil sabda
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “...Untuk setiap 40 dirham ada
kewajiban zakat 1 dirham...”(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dari Ali
bin Abi Thalib)
Adapun
Jumhur Fuqaha’ dan dua murid Abu Hanifah berpendapat bahwa apa yang lebih dari
200, maka zakatnya adalah sesuai dengan hitungannya, meskipun mungkin
tambahannya hanya sedikit. Karena sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Berikanlah 2,5%! Untuk setiap 40 dirham 1 dirham. Tidak ada kewajiban atas
kalian sampai genap 200 dirham, maka di dalamnya ada kewajiban zakat 5 dirham.
Apa yang lebih dari itu, maka dengan hitungan tersebut.” (HR. Ad-Daruquthni
dan al-Atsram, HR. Abu Dawud dari Ali, hadits ini diriwayatkan dengan sanad
mauquf pada Ali dan Ibnu Umar) dan inilah yang bisa diterima akal.
Ex: 210 dirham X 2,5 % = 5,25 dirham
atau 600 gram X 2,5 % = 15 gram
Bertambah
Nishab di Pertengahan Haul
Hanafiyah : mensyaratkan bahwa nishab sempurna pada akhir tahun,
baik itu berkurang dipertengahan haul asal tidak semuanya, maka wajib dizakati.
Adapun jika
bertambah di pertengahan haul, baik dari hibah atau warisan, maka disatukan
dengan pokok harta dan dikeluarkan zakatnya. Sebab jika dihitung sendiri-sendiri
akan menyulitkan dan tujuan diadakannya haul sejatinya adalah sebagai bentuk
kemudahan bagi muzakki.
Malikiyah dan Syafi’iyah : adapun harta
yang bertambah di pertengahan haul selain hewan ternak, jika itu dari hibbah,
warisan, jual-beli, atau yang lainnya maka tidak wajib dizakati kecuali setelah
sampai satu haul. Adapun jika berasal dari keuntungan harta atau perniagaan,
maka dizakati untuk haul dari pokok harta tersebut.
Hanabilah : tambahan harta di pertengahan
haul selain keuntung perniagaan dan hasil jual-beli, hibah, warisan, harta
ganimah, atau yang semisalnya. Maka haulnya sendiri-sendiri, tidak ada
kewajiban zakat kecuali setelah satu haul.
Kesimpulannya bahwa haul adalah syarat
zakat yang telah disepakati dan juga untuk hasil jual-beli atau keuntungan
perniagaan digabungkan dengan pokok nishabnya. Adapun tambahan di pertengahan
haul yang masih berasal dari satu jenis harta selain dari hasil dan keuntungan,
maka digabungkan dan dikeluarkan zakatnya, ini menurut Hanafiyah. Sebagai
bentuk kemudahan bagi muzakki dan agar terhindar dari kesukaran, sebab
jika harus dihitung sendiri-sendiri akan menyulitkan. Padahal adanya haul
adalah sebagai bentuk kemudahan bagi manusia dalam mengeluarkan zakat. Untuk
Jumhur berpendapat setiap tambahan dihitung dengan haul yang baru. Wallahu
A’lam bish-Shawab!
Maraji’ :
1. Fikhu az-Zakkah oleh Yusuf al-Qardhawi
2. Al-Fikh al-Islamy wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili
0 komentar:
Posting Komentar