Senin, 28 Desember 2015

AGAR MUHARRAM LEBIH BERMAKNA

0


by: Tyo el-Bungry
Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, dan  tidak terasa pula tahan baru Hijriyah akan dimulai. Mungkin karena sudah terbiasa menggunakan kalender Miladiyah(Masehi) sehingga kalender Hijriyah sedikit  terabaikan, menurut Syaikh Mahmud Syakir,”Umat Islam mulai meninggalkan kalender Hijriyah semenjak runtuhnya Daulah Abasyiah dikarenakan jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol pada tahun 656 H, sehingga pada kala itu berubahlah kalender Hijriyah menjadi kalender Miladiyah”.[Mahmud Syakir, at-Tarikh al-Islami, jus: 1, hal: 11, Maktabah Islami th.1991 M/ 1411 H].
Islam sudah menerangkan bahwa dalam satu tahun terdiri dari dua belas bulan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat at-Taubah ayat 36, ”Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. . . ”.
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa dalam satu tahun ada empat bulan haram yang di larang di dalamnya untuk berperang, yaitu; Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.[lihat tafsir Ibnu Katsir, jus: 2, hal: 323, Maktabah ‘Ashriyyah th.2000 M/ 1420 H]
Dan kita akan mengorek lebih dalam lagi dalam pembahasan kali ini, berkenaan dengan awal tahun Hijriyah yakni bulan Muharram, selamat membaca !
v Keutamaan Bulan Muharram
Dalam Fikhul Islam disebutkan bahwa yang paling utama dari keempat bulan tersebut adalah bulan Muharram kemudian Rajab lalu dua sisanya, dan setelah bulan-bulan haram adalah bulan Sya’ban. Malikiyyah(pengikut Imam Malik) dan Syafi’iyyah(pengikut Imam Syafi’i) menganjurkan untuk memperbanyak shaum pada bulan-bulan ini, namun Hanabillah(pengikut Imam Ahmad) lebih memilih cukup untuk shaum pada bulan Muharram saja, yang menurut mereka sebagai seutama-utamanya shaum setelah  shaum Ramadhan, sebagai mana sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersumber  dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu  bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
             ...أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله المحرم                                                                                       
“. . . Seutama-utama shaum setelah bulan Ramadhan adalah bulan Muharram”[HR. Muslim no.1163, Abu Dawud no.2429, Aunul Ma’bud: 2412]
Sedang seutama-utamanya hari pada bulan Muharram adalah hari yang kesepuluh, atau sering kita disebut dengan hari ‘Asyura’.[Wahbah Azzuhaili, al-Fikhul Islam wa Adillatuhu, jus: 2, hal: 521, Daar Fikr  th.2009 M/ 1430 H]

v Menyambut Bulan Muharram
Mungkin ada dalam benak kita untuk menghidupkan kembang api atau petasan dan mengundang artis guna menyambut tahun baru Hijriyah sebagaimana yang biasa dilakukan dalam menyambut tahun  baru  Masehi, Astagfirullah! segera buang jauh-jauh anggapan-anggapan seperti itu, selain acara-acara seperti itu tidak menunjukkan budaya Islam melakukannya juga merupakan tasyabuh dengan orang-orang kafir.
Meski demikian, ternyata masih banyak perilaku  masyarakat kita yang dalam menyambut bulan  ini masih dengan ibadah-ibadah yang bid’ah bahkan sampai syirik, na’udzubillah min dzalik .
Lalu apa yang harus kita lakukan guna menyambut bulan Muharram? Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan dan mencontohkan bagi umatnya untuk shaum pada bulan ini yakni tepatnya pada tanggal kesepuluh di bulan Muharram.

v Shaum ‘Asyura’ (10 Muharram)
Diriwayatkan dari  Aisyah Radhiallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam  memerintahkan agar melakukan shaum pada hari ‘Asyura’, namun tatkala shaum Ramadhan telah diwajibkan, beliau bersabda, “Barangsiapa yang ingin shaum ‘Asyura’ maka lakukanlah, dan barangsiapa yang tidak ingin melakukannya maka tidak mengapa.” [HR.Bukhori no.2001, Fathul Bari 4/306]
Masih dari Aisyah Radhiallahu ‘anha ia berkata, “Dahulu pada masa jahiliyah orang-orang Quraisy melakukan shaum pada hari ‘Asyura’, begitupula Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam  melakukan shaum (tatkala belum berhijrah), dan tatkala sudah berada di Madinah beliau tetap melakukannya dan memerintahkan untuk shaum, namun ketika shaum Ramadhan telah diwajibkan beliau meninggalkan shaum ‘Asyura’, lalu bersabda, “Barangsiapa yang berkehendak untuk shaum maka lakukanlah dan barangsiapa yang enggan maka tinggalkanlah.”(HR.Bukhori no.2002)
Dan yang dimaksud dengan (يصومه في الجاهلية) adalah sebelum beliau hijrah ke Madinah.[lihat Fathul Bari, jus: 4, hal: 308-309, Daar al-Kutub al-‘Alamiyah, Bairut, Lebanon th.1989 M/1410 H]
Begitupula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Tatkala Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam datang di Madinah beliau melihat melihat orang-orang Yahudi melakukan shaum  pada hari ‘Asyura’, lalu beliau bertanya, “Shaum apakah ini ?”, mereka menjawab, “Ini adalah hari kebaikan, hari di mana Allah memenangkan Bani Israil atas musuh mereka lalu Musa melakukan shaum, lalu beliau berkata, “Akulah yang lebih berhak untuk itu(shaum) dari pada kalian”, maka beliau melakukan shaum dan memerintahkan agar shaum.”[HR.Bukhari no.2004, Fathul Bari 4/306]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang berkenaan dengan shaum ‘Asyura’ yang dapat pembaca temukan di buku-buku hadits. Syaikh Al-Mubarakfuri menyebutkan bahwa jumhur ulama’ baik yang salaf maupun yang khalaf telah sepakat bahwa hari ‘Asyura’ adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram.[lihat Tuhfatul Ahwadzi, jus: 3, hal: 397, Daar Fikr th.1995 M/1415 H]
Adapun sejarah pensyariatannya sebagaimana tercantum dalam Fathul Bari :
·  Tatkala berada di Makkah (sebelum berhijrah) Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam  sudah melaksanakan shaum ‘Asyura’, akan tetapi belum memerintahkannya kepada umat beliau.
·  Ketika hijrah ke Madinah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mendapati kaum Yahudi shaum pada hari itu, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam shaum dan mewajibkan umatnya untuk shaum. Perintah ini pada awal tahun kedua Hijriyah karena beliau tiba di Madinah pada bulan Rabi’ul Awwal.  
·  Ketika shaum Ramadhan diwajibkan, yakni pada tahun kedua Hijriyah, maka kewajiban shaum ‘Asyura’ dihapuskan dan menjadi sunnah. Kewajiban shaum ‘Asyura’ hanya berlangsung selama satu tahun.[lihat Fathul Bari, jus: 4, hal: 308-309, Daar al-Kutub al-‘Alamiyah, Bairut, Lebanon th.1989 M/1410 H]

v Fadhilah Shaum ‘Asyura’
           Diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya berkenaan dengan shaum ‘Asyura’, lalu beliau bersabda, “. . . Shaum hari Arafah mendapatkan ganjaran dari Allah berupa penghapusan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya sedang shaum hari ‘Asyura’ akan mendapat ganjaran dari Allah berupa dihapuskan dosanya setahun sebelumnya(yang telah lalu).”[HR.Muslim no.1162(197)]
           Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang fadhilah shaum ‘Asyura’, Imam Nawawi di dalam syarh Shahih Muslim menyebutkan bahwa yang diampuni (dihapuskan) adalah dosa-dosa yang kecil bukan dosa-dosa besar, sebagaimana penghapusan dosa apabila berwudhu.[lihat Syarh Shahih Muslim, jus: 8, hal: 41, Daar al-Kutub al-‘Alamiyah th.2000 M/ 1421 H]
Setelah kita mengetahui keutamaan sesuatu hal alangkah baiknya apabila kita melaksanakan hal tersebut, karena sangat disayangkan apabila terlewatkan dengan sia-sia dan juga belum tentu tahun berikutnya  kita masih diizinkan oleh Allah untuk bertemu kembali dengan bulan Muharram.

v  Perintah Menyelisihi Kaum Yahudi Dalam Shaum ‘Asyura’
Sebagaimana hadits yang telah disebutkan sebelumnya  bahwa kaum Yahudi juga melaksanakan shaum pada hari ini. Lalu bagaimana dengan kita, apakah kita termasuk mengikuti mereka? sedangkan bertasyabuh dengan orang kafir itu dilarang. Pembaca tidak perlu kawatir sebab Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk menyelisihi kaum Yahudi dengan menambah shaum pada hari yang kesembilan (Tasu’a).
Menurut Syaikh Al-Mubarakfuri pendapat yang menyebutkan untuk berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh adalah pendapat yang paling rajih. Dikarenakan banyak hadits yang menyebutkan berkenaan dengan ini, salah satunya sebagaimana  hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صوموا التاسع و العاشر و خالفوا اليهود                                                                                                   
“Shaumlah pada hari kesembilan dan kesepuluh, serta selisihilah orang Yahudi.”[HR.at-Tirmidzi no.755, Tuhfatul Ahwadzi, jus: 3, hal: 398-399]

           Adapun sebagian ahlul ilmi yang menyunahkan untuk shaum 3 hari, yakni pada tanggal ke-9, 10, dan 11. Dalil mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Shaumlah  pada  hari ‘Asyura’, dan selisihilah Yahudi, maka shaumlah satu hari sebelum atau  satu hari sesudahnya.”[HR.Ahmad no.2154]

           Sehingga dapat disimpulkan bahwa shaum pada bulan Muharram memiliki tiga metode,  sebagaimana dipaparkan oleh Syaikh al-Mubarakfuri di dalam Tuhfatul Ahwadzi, yakni ;          
1.      Shaum pada hari ke-9, 10, dan 11, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad.
2.      Shaum pada hari ke-9 dan 10,
3.      Shaum pada hari ke-10.
Dan untuk shaum ke-9 dan ke-10, banyak hadits yang menyebutkannya sehingga lebih menguatkan perintah tersebut, walaupun shaum pada hari ke-10 dan ke-11 juga merupakan bentuk dari menyelisihi Yahudi, adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu merupakan hadits yang marfu’(berhenti pada sahabat), sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar al-‘Asqalani di dalam Fathul Bari jus ke-4 hal 309. Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam mentahqiq hadits ini menyebutkan bahwa sanad hadits ini dhoif, Ibnu Abi Laila(Muhammad bin Abdurrahman) sai’ul hifdzi(buruk hafalannya) dan Dawud bin Ali(Ibnu Abdullah bin Abbas al-Hasyimi) menurut Ibnu Hiban di dalam ats-Tsiqat menyebutkan bahwa di mukhti’un dan juga Imam adz-Dzahabi menyatakan bahwa haditsnya tidak dapat dijadikan hujah.[lihat Tahqiq Musnad Imam Ahmad, oleh Syaikh Syu’aib, jus: 4, hal: 52, fersi maktabah Syamilah]
Adapun  hikmah dianjurkannya untuk menambah shaum ‘Asyura’ dengan hari kesembilan atau kesebelas  selain  untuk  menyelisihi  kaum Yahudi, juga sebagai kehati-hatian ditakutkan bulan sabit yang menurut perkiraan manusia masih tanggal sembilan ternyata sudah tanggal sepuluh.[lihat al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, Imam an-Nawawi, jus: 6, hal: 407, Daar al-Fikr th.1996 M / 1416 H]                                                                            
و الله أعلم بالصواب



0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net